Sabtu, 08 April 2017

amar maruf nahi munkar



AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Hadist
Dosen Pengampu : M.Arif Hakim, M.Ag

Description: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/0/03/Logo_STAIN_Kudus_Jawa_Tengah.jpg

Disusun oleh :
1.      Nor Rokhim                            (1420220010)
2.      Umi Julianti                             (1420220015)
3.      Mawaddah                              (1420220024)



 
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
PRODI EKONOMI SYARIAH
TAHUN 2016



KATA PENGANTAR


Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah banyak memberikan nikmat dan kemudahan kepada kita sehingga makalah dengan tema Amar Ma’ruf Nahi Munkar yang disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Hadist ini bisa selesai tepat waktu.
Selanjutnya, penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan pengarahan-pengarahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa juga kepada Bapak dosen dan teman-teman yang lain untuk memberikan sarannya kepada kami agar penyusunan makalah ini lebih baik lagi.
Demikian, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya semua yang membaca makalah ini serta dapat mendukung proses pembelajaran.


Kudus,  20 Oktober 2016

Penyusun








DAFTAR ISI

Halaman Judul ......................................................................................................... i
Kata Pengantar ........................................................................................................ ii
Daftar Isi    ....................................................................................................... ...... iii
BAB I        PENDAHULUAN .............................................................................. 1
                   1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................. 1
                   1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 1
                   1.3 Tujuan............................................................................................. 2
BAB II       PEMBAHASAN.................................................................................. 3
                   2.1 Teks Hadist .................................................................................... 3
                   2.2  Mufrodat....................................................................................... 3
                   2.3  Terjemahan Hadist......................................................................... 4
                   2.4 Hadist dan Ayat Pendukung.......................................................... 4
                   2.5 Penjelasan ....................................................................................... 5
BAB III     PENUTUP............................................................................................ 8
                   3.1 Kesimpulan................................................................................... 14
DaftarPustaka………………………………………………………………........ 15



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Manusia tercipta sebagai khalifah di bumi yang memiliki tugas dan tanggung jawab. Manusia juga di tuntut berbuat baik dan tidak boleh melakukan kerusakan. Islam adalah agama yang sangat memperhatikan penegakan Amar ma’ruf nahi munkar yang merupakan pilar akhlak mulia. Kewajiban menegakkan hal tersebut tidak bisa di tawar lagi. Mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran di paparkan dalam Al-Qur’an maupun Hadist.
Menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat jahat adalah fardhu kifayah. Apabila sebagian dari kaum muslimin menjalankan tugas ini, gugurlah dosa dari yang lain. Orang yang melakukan akan memperoleh pahala yang besar dari Allah. Tetapi jika semua kaum muslim mengabaikan tugas itu, maka dosanya akan menimpa setiap orang yang mengetahui hukum-hukumnya.
Saat ini terdapat berbagai permasalahan akibat perubahan zaman. Dibutuhkan banyak orang muslim yang sadar akan kewajibannya yaitu menegakkan amar ma’ruf nahi munkar agar tercipta kondisi yang baik dalam kehidupan ini. Amar ma’ruf nahi munkar juga memiliki syarat dan rukun tertentu sehingga dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar pun memiliki kaidah yang sesuai.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa hadist tentang amar ma’ruf nahi munkar?
2.      Bagaimana bentuk amar ma’ruf nahi munkar?
3.      Apa saja syarat dan rukun amar ma’ruf nahi munkar?
4.      Bagaimana adab muhtasib?
5.      Apa saja tingkatan amar ma’ruf nahi munkar?
6.      Bagaimana etika amar ma’ruf nahi munkar?


1.3  Tujuan
1.      Mengetahui hadist tentang amar ma’ruf nahi munkar.
2.      Mengetahui bentuk amar ma’ruf nahi munkar.
3.      Mengetahui syarat dan rukun amar ma’ruf nahi munkar.
4.      Mengetahui adab muhtasib.
5.      Mengetahui tingkatan amar ma’ruf nahi munkar.
6.      Mengetahui etika amar ma’ruf nahi munkar.
















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teks Hadist
عَنْ اَبِيْ سَعِيْدِ اْلْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَلَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمِ يَقُوْلُ: مَنْ رَا‌‘ى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذ’لِكَ اَضْعَفُ اْلِايْمَانِ، رَوَاهُ مُسْلِمٌ[1]
2.2 Mufradat
Saya mendengar
سَمِعْتُ
Melihat
رَاى
Kemungkaran
مُنْكَرًا
Maka hendaknya ia merubahnya
فَلْيُغَيِّرْهُ
Dengan tangannya
بِيَدِهِ
Mampu
يَسْتَطِعْ
Maka dengan lisannya
فَبِلِسَانِهِ
Maka dengan hatinya
فَبِقَلْبِهِ
Selemah-lemahnya iman
اَضْعَفُ الْاِيْمَانِ


2.3 Terjemahan Hadist
Dari Abu Sa’id Al Khudry ra. Berkata: “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa di antara kamu sekalian melihat kemungkaran maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, bila ia tidak mampu maka hendaklah ia merubahnya dengan lisannya, bila ia tidak mampu maka hendaklah ia merubahnya dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman. (Riwayat Muslim)[2]
2.4 Hadist dan Ayat Pendukung
وَعَنْ اَبِيْ زَيْدٍ اُسَامَةَ بْنِ زَيْدِ بْنِ حَارِثَةَ رَضِيَ الله عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: يُؤْتَى بِالَّرجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ فَتَنْدَلِقُ اَقْتَابُ بَطْنِهِ فَيَدُوْرُ بِهَا كَمَا يَدُوْرُ الْحِمَارُ فِي الرَّحَا فَيَجْتَمِعُ اِلَيْهِ اَهْلُ النَّارِ فَيَقُوْلُوْنَ : يَا فُلاَنُ مَالَكَ، اَلَمْ تَكُنْ تَأْ مُرُ بِا لْمَعْرُوْفِ وَ تَنْهى عَنِ الْمُنْكَرِ؟ فَيَقُوْلُ : بَلى كُنْتَ آمُرُ بِالْمَعْرُوْفِ وَلَاآتِيْهِ، وَاَنْهى عَنِ الْمُنْكَرِ وَآتِيْهِ، متفق عليه.
”Dari Abu Zaid Usamah bin Zaid bin Haritsah ra. Berkata: “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Nanti pada hari kiamat ada seseorang yang di datangkan kemudian dilemparkan ke dalam neraka maka keluarlah usus perutnya dan berputar-putar di dalam neraka sebagaimana berputarnya kedelai yang sedang berada dalam penggilingannya, lantas para penghuni neraka berkumpul seraya berkata: “Wahai Fulan, kenapa kamu seperti itu? Bukankah kamu dulu menyuruh untuk berbuat baik dan melarang dari perbuatan mungkar?” Ia menjawab: “Benar, saya dulu menyuruh untuk berbuat baik tetapi saya sendiri tidak mengerjakannya, dan saya melarang dari perbuatan mungkar tetapi saya sendiri malah melakukannya”.(Riwayat Bukhari Muslim)[3]
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ اُمَّةٌ يَدْعُوْنَ اِلَى الخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاُولئِكَ هُمُ المُفْلِحُوْنَ.
Dan hedaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar. Mereka itulah orang – orang yang beruntung. (QS. Ali Imran: 104)[4]
2.5 Penjelasan
1.      Penjelasan Hadist
Muslim meriwayatkan Hadits ini dari jalan Thariq bin Syihab, ia berkata: Orang yang pertama kali mendahulukan khutbah pada hari raya sebelum shalat adalah Marwan. Lalu seorang laki-laki datang kepadanya, kemudian berkata : “Shalat sebelum khutbah?”. Lalu (laki-laki tersebut) berkata : “Orang itu (Marwan) telah meninggalkan yang ada di sana (Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam)”. Abu Sa’id berkata : “Adapun dalam hal semacam ini telah ada ketentuannya. Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda : ‘Barang siapa di antaramu melihat kemungkaran hendaklah ia merubahnya (mencegahnya) dengan tangannya (kekuasaannya) ; jika ia tak sanggup, maka dengan lidahnya (menasihatinya); dan jika tak sanggup juga, maka dengan hatinya (merasa tidak senang dan tidak setuju), dan demikian itu adalah selemah-lemah iman’ “. Hadits ini menunjukkan bahwa perbuatan semacam itu belum pernah dilakukan oleh siapa pun sebelum Marwan.
Jika ada yang bertanya : “Mengapa Abu Sa’id terlambat mencegah kemungkaran ini, sampai laki-laki tersebut mencegahnya?” Ada yang menjawab : “Mungkin Abu Sa’id belum hadir ketika Marwan berkhutbah sebelum shalat. Lelaki itu tidak menyetujui perbuatan tersebut, lalu Abu Sa’id datang ketika kedua orang tersebut sedang berdebat. Atau mungkin Abu Sa’id sudah hadir tetapi ia merasa takut untuk mencegahnya, karena khawatir timbul fitnah akibat pencegahannya itu, sehingga tidak dilakukan. Atau mungkin Abu Sa’id sudah berniat mencegah, tetapi lelaki itu mendahuluinya, kemudian Abu Sa’id mendukungnya”.Wallaahu a’lam.
Pada Hadits lain yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim dalam Bab Shalat Hari Raya, disebutkan bahwa Abu Sa’id menarik tangan Marwan ketika ia hendak naik ke atas mimbar. Ketika keduanya berhadapan, Marwan menolak peringatan Abu Sa’id sebagaimana penolakannya terhadap seorang laki-laki seperti yang dikisahkan pada Hadits di atas, atau mungkin kasus ini terjadinya berlainan waktu.
Kalimat “hendaklah ia merubahnya (mencegahnya)” dipahami sebagai perintah wajib oleh segenap kaum muslim. Dalam Al Qur’an dan Sunnah telah ditetapkan kewajiban amar ma’ruf dan nahi mungkar. Ini termasuk nasihat dan merupakan urusan agama. Adapun Firman Allah : “Jagalah diri kamu sekalian, tidaklah merugikan kamu orang yang sesat, jika kamu telah mendapat petunjuk”. (QS. Al Maidah : 105). Tidaklah bertentangan dengan apa yang telah kami jelaskan, karena paham yang benar menurut para ulama ahli tahqiq adalah bahwa makna ayat tersebut ialah jika kamu sekalian melaksanakan apa yang dibebankan kepadamu, maka kamu tidak akan menjadi rugi bila orang lain menyalahi kamu.
Dengan demikian, amar ma’ruf dan nahi mungkar yang dibebankan kepada setiap muslim, jika ia telah menjalankannya, sedangkan orang yang diperingatkan tidak melaksanakannya, maka pemberi peringatan telah terlepas dari celaan, sebab ia hanya diperintah menjalankan amar ma’ruf dan nahi mungkar, tidak harus sampai bisa diterima oleh yang diberi peringatan. Wallaahu a’lam.
Kemudian, amar ma’ruf dan nahi mungkar merupakan perbuatan wajib kifayah, sehingga jika telah ada yang menjalankannya, maka yang lain terbebas. Jika semua orang meninggalkannya, maka berdosalah semua orang yang mampu melaksanakannya, terkecuali yang ada udzur.
Telah disebutkan di atas bahwa setiap orang berkewajiban melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, tetapi tidak diwajibkan sampai peringatannya itu diterima. Allah berfirman : “Tiadalah kewajiban bagi seorang Rasul melainkan hanya menyampaikan peringatan”. (QS. 5 : 99)
Para ulama berkata : “Tugas amar ma’ruf dan nahi mungkar tidak hanya menjadi kewajiban para penguasa, tetapi tugas setiap muslim”. Yang diperintahkan melakukan amar ma’ruf nahi mungkar adalah orang mengetahui tentang apa yang dinilai sebagai hal yang ma’ruf atau mungkar. Bila berkaitan dengan hal-hal yang jelas, seperti shalat, puasa, zina, minum khamr, dan semacamnya, maka setiap muslim wajib mencegahnya karena ia sudah mengetahui hal ini. Akan tetapi, dalam perbuatan atau perkataan yang rumit dan hal-hal yang berkaitan dengan ijtihad yang golongan awam tidak banyak mengetahuinya, maka mereka tidaklah punya wewenang untuk melakukan nahi mungkar. Hal ini menjadi wewenang ulama.
Kalimat “hendaklah ia merubahnya (mencegahnya) dengan tangannya (kekuasaannya) ; jika ia tak sanggup, maka dengan lidahnya (menasihatinya) ; dan jika tak sanggup juga, maka dengan hatinya” , maksudnya hendaklah ia mengingkari perbuatan itu dalam hatinya. Hal semacam itu tidaklah dikatakan telah merubah atau melenyapkan, tetapi itulah yang sanggup ia kerjakan. Disebutkan bahwa kalimat “demikian itu adalah selemah-lemah iman” maksudnya ialah hasilnya (pengaruhnya) sangat sedikit.[5]
Tegakkanlah amar ma’ruf nahi munkar (memerintah kebaikan dan mencegah kemungkaran), karena hal itu merupakan poros berputarnya roda ajaran agama. Tujuan Allah menurunkan kitab-kitab-Nya dan mengutus para rasul-Nya adalah dalam rangka menegakkan hal itu. Dan kaum muslim terikat dengan kewajiban memenuhinya.
Sikap yang harus ditunjukkan jika melihat orang yang meninggalkan kebaikan atau berbuat kemungkaran adalah memberitahu mereka bahwa perbuatan tersebut adalah tidak baik dan termasuk perbuatan mungkar. Jika ia tetap tidak meninggalkannya, maka kamu harus mengingatkan  dan menakut-nakuti mereka. Dan jika mereka tetap tidak mau juga, maka kamu boleh memaksanya dan berbuat kasar terhadapnya, semisal memukul, memecahkan alat-alat hiburan yang dilarang, memecahkan botol khamer, dan mengembalikan harta ghasab dari tangannya kepada pemiliknya yang sah.
Seseorang tidak akan mencapai derajat tersebut kecuali jika ia menyerahkan jiwanya kepada Allah, atau ia diberi kuasa oleh pemerintah untuk melakukan hal itu. Adapun caranya yaitu memberitahu dan menyadarkan, maka tidaklah seseorang merasa cukup dengan melakukan kedua hal itu saja, kecuali ia termasuk orang yang amat bodoh atau orang pandai tapi aniaya.
Ketahuilah bahwa memerintah pada kebaikan hukumnya adalah wajib, dan mencegah kemungkaran juga berhukum wajib. Sementara memerintah pada perbuatan sunnah dan mencegah dari perbuatan makruh hukumnya adalah sunnah.
Jika kamu telah memerintah pada kebaikan dan mencegah kemungkaran, namun ucapanmu tidak diperhatikan sama sekali, maka kamu harus menjauhi tempat kemungkaran tersebut dan menjauhi pelakunya sampai datang kepadanya ketentuan Allah. Kamu juga harus menjauhi perbuatan maksiat dan para pelakunya serta membencinya karena Allah, karena yang demikian merupakan kewajiban bagi umat Islam.
Jika kamu dizalimi atau di caci maki, kemudian kamu marah sehingga mukamu menjadi merah padam karena sangat benci terhadap perbuatan dan pelakunya sampai-sampai kemarahanmu melebihi kemarahan ketika mendengar kemungkaran dan menyaksikannya sendiri, maka sudah jelas kamu tergolong orang yang lemah imannya karena berarti kehormatan dan hartamu lebih tinggi derajatnya di hadapanmu daripada agamamu.
Jika kamu yakin bahwa seandainya kamu memerintah pada kebaikan atau mencegah kemungkaran, maka orang lain tidak akan mau mendengarnya atau tidak mau menerima hal itu darimu atau kamu yakin bahwa hal itu akan membahayakan dirimu atau hartamu, maka kamu boleh berdiam diri. Namun kewajiban memerintah kebaikan dan mencegah kemungkaran tersebut tetap merupakan keutamaan besar yang menunjukkan bahwa orang yang menegakkannya tergolong orang yang cinta kepada Allah dan orang yang memiliki nilai istimewa disbanding yang lainnya. Jika kamu sadar bahwa kemungkaran akan semakin merajalela jika di cegah atau mengakibatkan bencana bagi kaum Muslim lainnya, maka sikap berdiam diri merupakan langkah terbaik dalam kondisi seperti itu, akan tetapi di waktu yang lain tetap berhukum wajib.
Jika kamu hendak memerintah pada kebaikan dan mencegah kemungkaran, maka lakukanlah dengan sikap yang ikhlas karena Allah, dengan sikap lemah-lembut dan cara yang bijak, serta penuh kasih sayang. Jika semua sikap tersebut terhimpun pada diri seseorang, kemudian ia memerintah pada kebajikan dan mencegah kemungkaran, maka ucapannya akan menjadi cambuk bagi jiwa orang yang mendengarkannya, mendapat tempat di hati mereka, terdengar manis di telinganya, dan sangat kecil kemungkinannya untuk di tolak. Setiap orang yang selalu mendekatkan diri kepada Allah, bertawakkal kepada-Nya, bersikap penuh kasih sayang kepada sesame hamba, maka tidak ada sesuatu pun yang mampu menguasai dirinya ketika melihat kemungkaran kecuali sikap ingin meluruskan dan mencegahnya dan tidak ada kekuatan sebesar apapun yang  mampu mencegahnya.[6]
2.      Bentuk Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Bentuk amar ma’ruf yang sangat urgen adalah berdakwah kepada (agama) Allah. Seorang mukmin senantiasa menyadari bahwa dirinya mempunyai tanggung jawab untuk mendakwahkan agama Islam. Selain itu menyadari bahwa sekarang ini Islam diperangi dari berbagai penjuru. Kaum muslimin dibantai siang dan malam. Darah mereka mengalirkan sungai-sungai. Sementara, Islam belum mempunyai kekuasaan (Negara) yang dapat membela dan mempertahankan agama Islam serta mengibarkan Islam. Ia benar-benar meyakini bahwa jalan (cara) untuk mencapai keteguhan agama Islam di muka bumi ini sangat di perlukan untuk mengajak umat manusia kepada agama Allah sekaligus mengentaskan mereka dari lautan dunia.
Demikian pula, di antara bentuk amar ma’ruf dan nahi munkar adalah berusaha mengaplikasikan ajaran Islam secara utuh di rumah. Sebab, orang mukmin telah tahu bahwa dirinya mempunyai tanggung jawab terhadap keselamatan isteri dan anak-anaknya. Sehingga, rumahnya benar-benar rumah Qurani, tidak mendengar di dalamnya selain suara-suara yang menyebabkan Allah senang. Adapun tidak akan melihat sesuatu di dalamnya yang di haramkan oleh Allah. Keluarganya sama tidur sehabis sholat isya’ namun mereka bangun pada sepertiga malam terakhir untuk menunaikan sholat tahajud karena Allah dan memohon ampunan-Nya di waktu sahur, serta selalu berlomba-lomba mencari kebajikan.[7]
Al-Ghazali secara sistematis mendefinisikan perilaku kemungkaran yang sering terjadi di kalangan masyarakat sekaligus mengklasifikasikannya dalam berbagai kategori, diantaranya sebagai berikut:[8]
a.       Munkarat Al-Masajid ( Kemunkaran di Masjid)
b.      Munkarat Al-Aswaq (Kemungkaran di tempat perbelanjaan)
c.       Munkarat Al-Syawari’ (Kemungkaran di jalan raya)
d.      Munkarat Al-Ammah (Kemungkaran Umum)



3.      Syarat dan Rukun Amar Ma’ruf
Untuk kewajiban amar makruf nahi munkar ini, ada empat syarat yang harus dipenuhi:[9]
a.       Mengetahui perbuatan yang makruf dan yang munkar. Sebab orang yang tidak tahu maka ia sendiri memerlukan seseorang yang memberitahukannya.
b.      Memiliki kemungkinan untuk berhasil. Jika diketahui dengan pasti bahwa amar makruf nahi munkar itu tidak akan ada hasilnya maka tidak wajib dilakukan.
c.       Tidak ada tanda bukti bahwa si pelaku maksiat telah meninggalkan perbuatannya, tanpa meneruskan atau mengulanginya lagi. Jika diketahui bahwa ia telah berhenti dan menyesali perbuatan maksiatnya maka gugurlah amar makruf nahi munkar terhadap orang tersebut.
d.      Amar makruf nahi munkar itu tidak menyebabkan kerugian ataupun bahaya bagi pelakunya ( pelaku amar makruf nahi munkar).
Amar ma’ruf nahi munkar memiliki empat rukun, yaitu:[10]
a.       Muhtasib ( orang yang mencegah)
Syarat muhtasib adalah:
1)      Muslim dan mukallaf. Termasuk di dalamnya perseorangan dan tidak di syaratkan adanya izin.
2)      Islam. Karena menyuruh kebaikan dan mencegah kemungkaran adalah untuk membela Islam.
3)      Keadilan. Para ulama berbeda pebdapat mengenai syarat keadilan, sebagian mereka mensyaratkan dan sebagian tidak di syaratkan, dan itulah yang benar. Sebab, berdasarkan ijma’ para ulama tidak di syaratkan ‘ismah (keterpeliharaan). Karena manusia berbeda pendapat mengenai ‘ismah para nabi dari dosa-dosa kecil, maka bagaimana mungkin diharapkan ‘ismah dari yang lain. Kemudian ini berakibat ditinggalkannya amar ma’ruf nhy munkar karena syarat ini tidak terpenuhi.
b.      Muhtasab ‘alayhi (orang yang di cegah).
c.       Muhtasab fihi (perbuatan yang di cegah).
d.      Nafs al-muhtasab (sesuatu yang di cegah)
4.      Adab Muhtasib
Muhtasib hendaknya ia seorang berilmu, wara’, dan berakhlak baik yang dapat berlaku sopan dan tidak kejam. Ilmu disyaratkan agar ia mengetahui batasan-batasan ihtisab. Sifat wara’ diperlukan agar tidak melampaui batas yang di syariatkan. Adapun akhlak baik dengan sopan santun disyaratkan sehingga tidak berlaku kejam agar tidak akan melewati batas syariat, tidak melalaikan ihtisab, dan tidak menambah kemungkaran di dalam ihtisab.
Ada kemungkaran-kemungkaran yang sudah menjadi kebiasaan, yaitu seperti menyimpang dari arah kiblat, rukuk dan sujud tidak secara tumaninah, atau salah dalam bacaan dan sebagainya, maka hal itu harus diperingatkan. Itu merupakan pendekatan kepada Allah SWT yang paling utama, dan lebih utama dari pada menyibukkan diri dengan ibadah-ibadah sunnah.
Termasuk kemungkaran adalah memanjangkan adzan dan kata-katanya sehingga melampaui batas. Juga, yang merupakan kemungkaran adalah memperbanyak azan di dalam satu masjid setelah subuh, karena itu tidak ada manfaatnya, dan memakai pakaian yang di tambahi sutera. Selain itu, di antara kemungkaran-kemungkaran itu adalah perkataan orng-orang fasik yang bercanda dengan perbuatan-perbuatan bid’ah.[11]
5.      Tingkatan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Tingkatan amar ma’ruf nahi munkar yaitu:
a.       Nasihat dan petunjuk dengan lisan, dimulai dari kalimat yang lembut sampai ke tingkat yang lebih keras, sehingga mencapai batas yang diperlukan.
b.      Mencegah kemungkaran dengan tangan, jika kata – kata nasihat tidak membawa hasil. Syariat ini kiranya khusus berlaku terhadap istri dan anak sebelum ia tumbuh menjadi dewasa.
c.       Mengingkari dengan hati, hal inilah selemah – lemah iman. Hal ini wajib secara mutlak, sebab tidak akan mendatangkan bahaya atau kerugian.

6.      Etika Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Agar amar ma’ruf nahi munkar sesuai dengan prinsip-prinsip yang digariskan, maka harus memiliki beberapa acuan pokok sebagai sumber etika. Hal ini meliputi:
a.       Ilmu, artinya pengetahuan yang cukup memadai tentang amar ma’ruf nahi munkar. Hal ini harus dimiliki agar dalam usahanya memberantas kemungkaran dapat sesuai dengan koridor syariat.
b.      Wira’i (sikap menjaga diri), dengan sikap ini seseorang bisa menghindari perbuatan negatif yang tidak sesuai dengan pengetahuannya mengenai amar ma’ruf nahi munkar. Dan juga tidak di dorong oleh ambisi tertentu sehingga akan melanggar aturan syariat.
c.       Husn al-khulq, yaitu dengan bersikap sopan ketika menjalankan amar ma’ruf nahi munkar.












BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Amar ma’ruf dan nahi mungkar merupakan perbuatan wajib kifayah. Tegakkanlah amar ma’ruf nahi munkar (memerintah kebaikan dan mencegah kemungkaran), karena hal itu merupakan poros berputarnya roda ajaran agama. Tujuan Allah menurunkan kitab-kitab-Nya dan mengutus para rasul-Nya adalah dalam rangka menegakkan hal itu. Dan kaum muslim terikat dengan kewajiban memenuhinya. Sikap yang harus ditunjukkan jika melihat orang yang meninggalkan kebaikan atau berbuat kemungkaran adalah memberitahu mereka bahwa perbuatan tersebut adalah tidak baik dan termasuk perbuatan mungkar.
Syarat yang harus dipenuhi dalam amar ma’ruf nahi munkar adalah  Mengetahui perbuatan yang makruf dan yang munkar, Memiliki kemungkinan untuk berhasil, Tidak ada tanda bukti bahwa si pelaku maksiat telah meninggalkan perbuatannya, tanpa meneruskan atau mengulanginya lagi, dan Amar makruf nahi munkar itu tidak menyebabkan kerugian ataupun bahaya bagi pelakunya ( pelaku amar makruf nahi munkar). Amar ma’ruf nahi munkar memiliki empat rukun, yaitu Muhtasib ( orang yang mencegah), Muhtasab ‘alayhi (orang yang di cegah), Muhtasab fihi (perbuatan yang di cegah), dan Nafs al-muhtasab (sesuatu yang di cegah).
Tingkatan amar ma’ruf nahi munkar adalah Nasihat dan petunjuk dengan lisan, Mencegah kemungkaran dengan tangan, dan Mengingkari dengan hati, hal inilah selemah – lemah iman. Etika dalam amar ma’ruf nahi munkar yaitu ilmu, wara’i dan Husn al-khulq.





DAFTAR PUSTAKA

Abdul Azis, dkk. 2005. Paradigma Fiqh Masail. Kediri: Purna Siswa 2003.
Ahmad Syafii Maarif. 1997. Rahasia Datangnya Pertolongan Allah. Yogyakarta : Pustaka Suara Muhammadiyah.
Al-Ghazali. 1997.  Mutiara Ihya Ulumuddin. Diterjemahkan oleh : Irwan Kurniawan. Bandung: Mizan.
Departemen Agama RI. 2004. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: J-Art.
Imam Yahya Bin Syaifuddin Annawawi. Arbain Nawawi. Semarang: Pustaka Alawiyyah.
M. Jawad Mughniyah. 1996. Fikih Ja’fari. Jakarta: Lentera.                     
Muslich Shabir. 2004. Terjemah Riyadhus Shalihin. Semarang: Karya Toha Putra.
Sayyid ‘Abdullah al-Hadhrami. 2006. Bagi Penempuh Jalan Akhirat. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
http://www.hadistarbain.wordpress.com diakses tanggal 25 Oktober 2016.



[1] Imam Yahya Bin Syaifuddin Annawawi,  Arbain Nawawi,  Semarang: Pustaka Alawiyyah, hlm.21.
[2] Muslich Shabir, 2004, Terjemah Riyadhus Shalihin, Semarang: Karya Toha Putra, hlm.119.

[3] Ibid, hlm. 125.
[4] Departemen Agama RI,  2004, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: J-Art, hlm.63.
[5] http://www.hadistarbain.wordpress.com diakses tanggal 25 Oktober 2016.
[6] Sayyid ‘Abdullah al-Hadhrami,  2006,  Bagi Penempuh Jalan Akhirat, Yogyakarta: Mitra Pustaka, hlm. 173-181
[7] Ahmad Syafii Maarif, 1997, Rahasia Datangnya Pertolongan Allah, Yogyakarta : Pustaka Suara Muhammadiyah, hlm.54-56
[8] Abdul Azis, dkk, 2005, Paradigma Fiqh Masail, Kediri: Purna Siswa 2003, hlm.178-176.
[9] M. Jawad Mughniyah,1996,  Fikih Ja’fari, Jakarta: Lentera, hlm. 286-287
[10] Al-Ghazali, 1997,  Mutiara Ihya Ulumuddin, Diterjemahkan oleh : Irwan Kurniawan, Bandung: Mizan, hlm, 176-178.
[11] Ibid.

1 komentar:

  1. Billiards telah menyedot perhatian banyak orang belum lama ini. Game ini terbilang unik dan seru untuk dimainkan. Game keren ini dapat dimainkan melalui mobile dan PC.

    Berikut Tips Main Agar Menang Terus

    ▶ Menghindari pukulan dari arah tengah
    ▶ Bidik dua bola
    ▶ Menggunakan kekuatan yang pas
    ▶ Berlatih

    Promo Bonus menarik dari BOLAVITA :
    > BONUS NEW MEMBER 10%
    > BONUS SETIAP HARI 5%
    > BONUS REFERRAL 10%
    > BONUS ROLLINGAN 0.5%

    KLIK DISINI UNTUK MENDAFTAR BOLAVITA

    Transaksi bisa dilakukan melalui :
    => PULSA ( XL & TELKOMSEL )
    => E-wallet (OVO, LINK AJA, GO-PAY, JENIUS dan DANA)
    => Bank (BCA, BRI, BNI, MANDIRI, CIMB NIAGA dan DANAMON)

    Untuk informasi lebih lanjut bisa hubungi kami via livechat ataupun :
    ✔ WA / TELEGRAM : +62812-2222-995
    ✔ INSTAGRAM : @bola.vita
    ✔ FACEBOOK : @bolavita.ofc

    BalasHapus