PERAN KERAJAAN ISLAM DI NUSANTARA MASA PRA KEMERDEKAAN DAN MASA KEMERDEKAAN
Disusun guna memenuhi tugas :
Mata Kuliah : Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu : Aristoni, SH,MH
Disusun oleh :
1.
Efi
Sofyan ( 1420220006 )
2.
Umi
Julianti (
1420220015 )
3.
Nur
Fajriatul Istiqomah ( 1420220019
)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
KUDUS
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
PRODI EKONOMI SYARIAH
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur marilah kita panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah banyak memberikan nikmat kepada kita. Rahmat
beserta salam semoga tetap tercurahkan kepada pemimpin akhir zaman yang sangat
dipanuti oleh pengikutnya yakni Nabi Muhammad SAW.
Makalah dengan tema Peran Kerajaan Islam di
Nusantara Pra Kemerdekaan dan Masa Kemerdekaan ini disusun guna memenuhi tugas
mata kuliah Sejarah Peradaban Islam.
Selanjutnya, penyusun mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan pengarahan-pengarahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tidak lupa juga kepada
bapak dosen dan teman-teman yang lain untuk memberikan sarannya kepada kami
agar penyusunan makalah ini lebih baik lagi.
Demikian, semoga makalah ini bermanfaat
khususnya bagi penyusun dan umumnya semua yang membaca makalah ini serta dapat
mendukung proses pembelajaran.
Kudus, 18 September 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : PEMBAHASAN
BAB III : PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam
masuk ke Indonesia pertama kali melalui jalur perdagangan. Dalam hal ini yang
membawa dan memperkenalkan Islam kepada masyarakat Nusantara adalah para
saudagar muslim baik yang datang dari Gujarat maupun Arab. Penyebaran Islam pun
sampai kepada golongan bangsawan dan terbentuklah kerajaan Islam. Apabila
situasi politik suatu kerajaan mengalami kekacauan dan kelemahan disebabkan perebutan
kekuasaan di kalangan keluarga istana, maka Islam dijadikan alat politik bagi
golongan bangsawan atau pihak-pihak yang menghendaki kekuasaan itu. Selain itu,
kerajaan pun berkeinginan untuk memperluas daerah kekuasaannya. Hal ini
membuktikan bahwa kerajaan Islam memiliki peran di Nusantara ini.
Dalam
perkembangannya, kerajaan- kerajaan Islam mengalami kemajuan pesat dalam
menyebarkan agama Islam, tetapi menjadi runtuh setelah kedatangan penjajah yang
ingin menguasai nusantara ini. Hingga terbentuklah Organisasi-organisasi yang
bisa menguatkan Nasionalisme hingga akhirnya Indonesia merdeka. Setelah
mengalami kemerdekaan pun banyak sekali persoalan-persoalan mengenai Islam di
Nusantara ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
saja peran kerajaan-kerajaan Islam sebelum kedatangan Belanda?
2.
Bagaimana kondisi kerajaan-kerajaan Islam zaman penjajahan?
3.
Bagaimana perlawanan-perlawanan yang dilakukan terhadap penjajah?
4. Bagaimana kondisi Indonesia masa pendudukan Jepang dan
perjuangan menjelang kemerdekaan?
5.
Bagaimana Islam di Nusantara pasca kemerdekaan?
C. Tujuan
1. Mengetahui peran kerajaan-kerajaan Islam sebelum kedatangan
Belanda
2. Mengetahui kondisi kerajaan-kerajaan Islam zaman penjajahan
3. Mengetahui perlawanan-perlawanan yang dilakukan terhadap
penjajah
4. Mengetahui
kondisi Indonesia masa pendudukan Jepang dan perjuangan menjelang kemerdekaan
5. Mengetahui Islam di Nusantara pasca kemerdekaan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kerajaan- Kerajaan Islam Sebelum Kedatangan Belanda
1.
Kerajaan
Islam di Sumatera
a.
Kerajaan
Perlak
Kerajaan ini adalah cikal dari
kerajaan Islam pertama di Indonesia. Berdiri pada abad ketiga H. atau
pertengahan abad ke 9 M. (225 H). Raja pertama adalah Sayid Abdul Azis yang
bergelar Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Azis Syah. Agama Islam ke daerah
ini dibawa oleh orang- orang Gujarat dari teluk Kumbay. Ibu kota atau pusat
pemerintahan berada di Bandar Khalifah. Umumnya penyebaran dan perkembangan
agama Islam di wilayah Asia Tenggara mulai merebak di Era ini.[1]
Di masa kerajaan Islam Perlak sudah
di temukan mata uang yang lebih tua dari mata uang kerajaan Samudera Pasai.
Menurut Prof. A. Hasjmy, pada penelitiannya di Aceh Timur, dapat di lihat 3
macam mata uang asli Kerajaan Islam Perlak :[2]
1)
Mata
uang “Dirham” ditemukan oleh Ruhidi/Zakaria di daerah kampung Paya, meuligou,
kira-kira 150 meter dari lokasi Bandar Khalifah.
2)
Mata
uang “Kupang”ditemukan di daerah kampung Sarah Pineung, kerukunan Blang Simpo
Perlak, di Selatan kota Perlak.
3)
Mata
uang kuningan/tembaga yang diperlihatkan M. Arifin Ahmad, Ketua Team Sejarah
Aceh Timur.
Ketiga mata uang tersebut ditulis
dengan huruf Arab. Penemuan mata uang tersebut amatlah penting dilihat dari
segi penelitian sejarah. Ini menunjukkan Kerajaan Islam Perlak adalah kerajaan
yang maju dengan kemampuannya membuat alat pembayaran resmi kerajaan.
.
b.
Samudera
Pasai
Samudera Pasai adalah kerajaan Islam
pertama di Indonesia dan merupakan kerajaan kembar. Munculnya diperkirakan pada
awal atau pertengahan abad ke-13 M. Dengan bukti ditemukan batu nisan dari
granit yang bertuliskan bulan dan tahun kematian seseorang yang diperkirakan
raja pertama kerajaan Pasai.[3]
Al Malikus Saleh raja pertama yang
memimpin kerajaan pasai dan terakhir dipimpin Zainal Abidin (1513-1524 M). Dalam
kehidupan perekonomiannya, kerajaan maritim ini, tidak mempunyai basis agraris.
Basis perekonomiannya adalah perdagangan dan pelayaran. Pengawasan terhadap
perdagangan dan pelayaran itu merupakan sendi-sendi kekuasaan yang memungkinkan
kerajaan memperoleh penghasilan dan pajak yang besar. Tome pires
menceritakan,di Pasai ada mata uang Dirham. Dikatakannya bahwa setiap kapal
yang membawa barang-barang dari Barat dikenakan pajak 6% . Samudera Pasai pada
waktu itu ditinjau dari segi geografis dan sosial ekonomi memang merupakan
suatu daerah yang penting sebagai penghubung antara pusat-pusat perdagangan
yang terdapat di kepulauan Indonesia, India, Cina dan Arab. Ia merupakan pusat
perdagangan yang sangat penting. Adanya mata uang itu membuktikan bahwa
kerajaan ini pada saat itu merupakan kerajaan yang makmur.[4]
Ibnu Batutoh menyatakan bahwa Islam
sudah se-abad lamanya disiarkan di Sumatera,berdasarkan kerajaan Pasai yang
pada waktu itu sebagai pusat studi agama Islam dan tempat berkumpulnya para
ulama-ulama dari berbagai negeri Islam untuk menekan berbagai masalah keagamaan
dan keduniaan.[5]
Samudera Pasai memainkan peranan di
dalam perkembangan Islam di Jawa dan Sulawesi pada tahun 797 Hijriah/1395
M.yaitu di masa pemerintahan Sultan Zainal Abidin Bahian Syah (1349-1496 M)
dengan cara mengantarkan dua orang pendakwah ke Jawa yaitu Maulana Malik
Ibrahim dan Maulana Ishak yang bergelar Syekh Awalul Islam. Dikatakan Malik
Ibrahim ini keturunannya bersambung dengan Zainal Abidin, salah seorang cucu
Ali bin Abi Thalib. Dan Malik Ibrahim ini sepupu Raja Cermin. Pada akhir abad
15 Masehi, seorang pendakwah Arab bernama Al Syeikh Ali Al Qaisar dan rombongan
diketahui oleh Sultan Abdul Jalil bin Sultan Al Qahar, bertolak dari Pidi
dengan kapal ke Sulawesi dan berhenti disebuah Bandar yang disebut Makasar
menyebarkan dakwah Islamiyah hingga Raja Bone masuk Islam.[6]
c.
Aceh
Kerajaan Aceh sangat
maju dalam bidang perdagangan. Puncak kejayaan kerajaan Aceh pada masa
pemerintahan Iskandar Muda (1608-1637 M). Dimasa itu Aceh menguasai seluruh
pelabuhan di pesisir Timur dan Barat Sumatera, juga berhasil mengislamkan
masyarakatnya. Dalam mencapai kejayaan, terutama mengusir Portugis Sultan
Iskandar Muda tidak bergantung banyak pada kerajaan Turki sebagaimana raja
sebelumnya. Ia menjalin dengan kelompok anti Portugis, yaitu Belanda dan
Inggris.
Tidak seperti
Iskandar Muda yang memerintah dengan tangan besi, penggantinya , Iskandar
Tsani, bersikap lebih liberal., lembut dan adil. Pada masanya, Aceh terus
berkembang untuk masa beberapa tahun. Pengetahuan agama maju dengan pesat. Akan
tetapi , kematiannya diikuti oleh masa-masa bencana. Tatkala beberapa sultan
prempuan menduduki singgasana pada tahun 1641-1699, beberapa wilayah
taklukannya lepas dan kesultanan menjadi terpecah belah. Setelah itu, pemulihan
kembali kesultanan tidak banyak bermanfaat, sehingga menjelang abad ke-18 M
kesultanan Aceh merupakan bayangan belaka dari masa silam dirinya, tanpa
kepemimpinan dan kacau balau.[7]
2.
Kerajaan-Kerajaan
Islam di Jawa
a.
Demak
Kerajaan Demak berdiri bersamaan
dengan melemahnya posisi raja Majapahit. Hal ini memberi peluang kepada
penguasa-penguasa di pesisir untuk mendirikan pusat-pusat kekuasan yang
independen. Di bawah pimpinan Sunan Ampel dan Walisongo sepakat mengangkat Raden
Fatah menjadi raja pertama kerajaan Demak.[8]
Dalam kepemimpinan Raden Fatah
kerajaan Demak lambat laun menjadi pusat perkembangan agama Islam oleh para
wali. Ia di gantikan oleh anaknya, Sambrang Lor, dikenal juga dengan nama Pati
Unus. Pati Unus digantikan oleh Trenggono pada tahun 1524-1546. Pada masa
Sultan Demak yang ketiga inilah Islam dikembangkan ke seluruh tanah Jawa,
bahkan sampai ke Kalimantan Selatan.
b.
Pajang
Kesultanan Pajang adalah pelanjut
dan dipandang sebagai pawaris kerajaaan Demak. Sultan atau Raja pertama kesultanan
ini adalah Jaka Tingkir yang bergelar Sultan Adiwijaya. Pada masanya sejarah
Islam di Jawa mulai dalam bentuk baru, titik politik pindah dari pesisir
(Demak) ke pedalaman. Peralihan pusat politik itu membawa akibat yang sangat besar
dalam perkembangan peradaban Islam di Jawa.
Selama pemerintahan Sultan
Adiwijaya, kesusastraan dan kesenian keraton yang sudah maju di Demak dan
Jepara lambat laun dikenal di pedalaman Jawa. Pengaruh agama Islam di pesisir
menjalar dan tersebar ke daerah pedalaman.[9]
c.
Mataram
Raja pertama Mataram yaitu ki Pamanahan tidak memakai gelar
lebih besar dari raja Pajang. Dan
anaknya memakai gelar Senopari Ing Alaga dan juga dipakai seterusnya oleh
raja-raja Mataram. Pemerintahan Mataram menetapkan peraturan bagi penguasa
setempat wajib bayar upeti. Pada abad ke-16 Mataram mengadakan perluasan daerah
kekuasaan dari Malaka sampai daerah Cirebon. Puncak raja Mataram berkuasa, ia
menguasai Kerajaan Madiun (1590 M).[10]
Ekonomi mataram tergantung sepenuhnya pada pertanian dan juga pada
perdagangan, bidang kebudayaan, faktor yang mempertinggi peradaban dari daerah
pesisir utara (Jatim). Sultan Agung merupakan raja terbesar di Kerajaan
Mataram. Ia berambisi untuk menguasai wilayah Jawa. Tahun 1628 dan 1629
berusaha merebut Batavia dari Belanda, namun gagal.
Sultan Agung merupakan raja pemerhati seni budaya, sebagai berikut:[11]
1) Mengarang buku
“sastra-Gending” yang berisi falsafah Jawa.
2) Menciptakan kitab
undang-undung baru surya alam.
3) Mengubah perhitungan
tahun Jawa Hindu (saka) menjadi tahun Islam (Hijriah).
4) Menciptakan kalender
Jawa, yaitu perpaduan antara Saka dan tahun Hijriah.
d.
Cirebon
Kesultanan Cirebon adalah kerajaan Islam pertama di Jawa Barat.
Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Dari Cirebon, Sunan Gunung Jati
mengembangkan Islam ke daerah lain di Jawa Barat seperti Majalengka, Kuningan,
Kawali (galuh) Sunda Kelapa, Banten.
e.
Banten
Menurut sumber tradisional, penguasa Pajajaran di Banten menerima
Sunan Gunung Jati dengan ramah tamah dan tertarik masuk Islam.
Untuk penyebaran Islam di Jawa Barat, langkah Sunan Gunung Jati berikutnya
adalah menduduki pelabuhan Sunda yang tua, kira-kira tahun 1527. Ia memperluas
kekuasaannya atas kota-kota pelabuhan Jawa Barat lain yang semula termasuk Pajajaran.
Setelah ia kembali ke Cirebon, kekuasaannya atas Banten diserahkan
kepada puteranya, Hasanuddin. Ia meneruskan usaha-usaha ayahnya dalam meluaskan
daerah Islam, yaitu ke Lampung dan sekitarnya di Sumatera Selatan.
3.
Kerajaan-
kerajaan Islam di Kalimantan dan Sulawesi
a.
Kerajaan
Banjar di Kalimantan Selatan
Kerajaan Banjar didirikan oleh Raden
Samudra. Setelah masuk Islam, ia dinobatkan menjadi Sultan Banjar dengan gelar
Sultan Suryanulah. Kerajaan Banjar memiliki peranan penting dalam penyebaran
agama Islam di Kalimantan Selatan, sebab dipengaruhi oleh Ietaknya di dekat
sungai, sehingga banyak para pedagang dan luar Kalimantan yang berdagang
rempah-rempah yang menyebabkan persebaran agama Islam lebih lancar.
b.
Kerajaan
Islam di Sulawesi
Sejak Gowa-Tallo tampil sebagai pusat perdagangan laut, kerajaan
ini menjalin hubungan baik dengan Ternate yang telah menerima Islam dari
Gresik/Giri. Di bawah pemerintahan Sultan Baabullah, Ternate mengadakan
perjanjian persahabatan dengan Goa-Tallo. Ketika itulah, raja Ternate berusaha
mengajak pengusaha Goa-Tallo untuk masuk Islam, tetapi gagal. Baru pada waktu
Datu’ Ri Bandang dating ke kerajaaan Goa-Tallo, agama Islam mulai masuk
kerajaan ini. Alauddin (1591-1636) adalah sultan pertama yang menganut Islam
tahun 1605. Penyebaran Islam setelah itu berlangsung sesuai dengan tradisi yang
telah lama diterima oleh para raja, keturunan To Manurung. Tradisi itu
mengharuskan seorang raja untuk memberitahukan “hal baik” kepada yang lain.
Karena itu, kerajaan kembar Goa-Tallo menyampaikan “pesan Islam” kepada
kerajaan-kerajaan lain seperti Luwu, yang lebih tua, Wajo, Soppeng dan Bone.[12]
4.
Hubungan
Politik dan Keagamaan Antara Kerajaan-Kerajaan Islam
Hubungan
antara satu kerajaan Islam dengan kerajaan Islam lainnya memang terjalin karena
persamaan agama. Dalam bidang politik, agama pada mulanya dipergunakan untuk
memperkuat diri dalam menghadapi pihak atau kerajaan yang bukan Islam, terutama
yang mengancam kehidupan politik maupun ekonomi. Hubungan antar kerajaan Islam
lebih banyak terletak dalam bidang budaya dan keagamaan. Samudera Pasai dan
kemudian Aceh yang dikenal sebagai Serambi Makkah menjadi pusat pendidikan dan
pengajaran Islam. Dari sini ajaran-ajaran Islam tersebar ke seluruh pelosok
Nusantara melalui karya-karya ulama dan murid-muridnya yang menuntut ilmu
kesana. Demikian pula halnya dengan Giri di Jawa Timur terhadap daerah-daerah
di Indonesia bagian timur. Karya-karya sastra dan keagamaan dengan segera
berkembang di kerajaan-kerajaan Islam. Tema dan isi karya-karya itu seringkali
mirip antara satu dengaan yang lain. Kerajaan Islam itu telah merintis
terwujudnya idiom cultural yang sama, yaitu Islam. Hal ini menjadi
pendorong terjadinya interaksi budaya yang makin erat.
B. Kerajaan-Kerajaan Islam Zaman Penjajahan
Di Banten, pada waktu itu kapal Belanda mulai secara teratur
singgah disitu, tahun 1619 Jakarta direbut Belanda dan kelak Batavia akan
menjadi penguasa di Jawa Barat. Pada abad ke-17 orang Banten mengkhawatirkan
pengaruh raja-raja Mataram ke arah Barat dan serangan dari Palembang, namun
Banten menganggap bahwa kekuasaan Belanda di Jakarta/Betawi membawa keamanan
dan ketertiban bagi Banten dan Cirebon. Itu tidak bertahan lama hubungan Banten
dengan Belanda setelah Sultan Agung Tirtayasa naik tahta (1651 M).
Di Sumatera, kerajaan-kerajaan Islam dengan cepat di kuasai
Belanda, kecuali Aceh. Setelah Malaka jatuh ke tangan Belanda 1641 M, terbentuk
aliansi-aliansi baru antara lain, Jambi, Palembang, dan Makasar. Namun
aliansi-aliansi ini bubar ketika VOC ikut ampur dan meminta untuk tanda tangan
kontrak dengan VOC.
Seperti
kerajaan di Sumatera, pada masa penjajahan umat Islam dibagi menjadi beberapa
kelompok dengan pengelompokan silang karena perbedaan motivasi. Pertama, timbul
kelompok karena pendidikan, ada yang disebut kaum muslim pesantren dan kaum
muslim sekolahan. Kedua, berdasarkan paham keagamaan, timbul masalah mahdzab
dan Arujh ila Qur’an Wasunnah, bukan hanya masalah fiqh tetapi juga
masalah aqidah.
C. Perlawanan Terhadap Penjajahan Belanda
Disini akan dipaparkan 2 perlawanan terbesar dan terlama :
1.
Pangeran
Diponegoro
Latar belakang : Rencana pemerintah Hindia-Belanda untuk
membuat jalan yang menerobos tanah milik Pangeran Diponerogo dan harus
membongkar makam keramat.
Perang :
Tahun 1825 M : Pangeran Diponegoro menggunakan taktik gerilya,
dimana pasukan Belanda dikepung oleh prajurit Pangeran Diponegoro di Yogya
Tahun 1826 M : Banyak korban berguguran di pihak Belanda, sehingga
mendirikan benteng untuk mempersempit gerak tentara Pangeran Diponegoro.
Tahun 1827 M : Pangeran Diponegoro ditawan oleh Pemerintah
Hindia-Belanda.
Tahun 1830 M : Pangeran Diponegoro dibuang ke Manado
Tahun 1834 M : Pangeran Diponegoro dipindah ke Ujung Pandang,
Makassar.
Tahun 1855 M : Pangeran Diponegoro wafat di usia 70 th.
2.
Perang
Aceh
Latar belakang : pada 26 Maret 1873 M Terusan Suez dibuka Belanda
ingin menguasai pelabuhan Aceh yang strategis yang berada di urat nadi
pelayaran Internasional.
Perang :
5 April 1873 M Belanda menyerang masjid dengan 3000 personil, namun
gagal
November 1873 M Belanda berhasil menduduki masjid Keraton dengan
13000 personil.
Tahun 1890 M Teuku Umar berpihak pada Belanda dan Belanda berhasil
menundukkan Mukim XXII, XXV dan XXVI.
Tahun 1896 M Teuku Umar membelot dari Belanda dan terjadilah
peperangan namun dalam perang ini Teuku Umar gugur dan digantikan oleh istrinya
Cut Nya’ Dien
Tahun 1942 M Belanda meninggalkan Indonesia.
D. Masa Pendudukan Jepang dan Perjuangan Menjelang Kemerdekaan
Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia mengalami perbedaan dalam
situasi sosial politik pada masa penjajahan Belanda. Ini terbukti terdapatnya
kerajaan-kerajaan Islam sebelum Belanda datang. Diantaranya ada kerajaan Aceh
yang paling lama merasakan kemerdekaannya diantara kerajaan-kerajaan di Jawa
lainnya. Dan adanya pula percaturan politik pada kerajaan besar, seperti di
Sulawesi, Mataram, Banten dan sebagainya. Kondisi ini juga amat memburuk dengan
adanya penjajahan Belanda, Kerajaan-Kerajaan Islam dalam hal agama mengalami
kemunduran dan Islam pada waktu itu semakin lemah dan bertambah kecil. Di
samping itu dengan datangnya penjajah Belanda, terjadi konflik intern antar
satu kerajaan, yang mana mengakibatkan perpecahan kerajaan kerajaan Islam
tersebut. Dan ini salah satu tujuan Belanda untuk memecah belah dan menguasai
daerah di Indonesia, di samping menguasai rempah-rempah dalam perdagangan.[13]
Pada masa kolonial Belanda, perjuangan-perjuangan yang dilakukan
umat Islam akibat diberlakukannya politik etnis yaitu membentuk suatu organisasi-organisasi
Islam guna membendung sepak terjang kolonial Belanda, antara lain:
1. Budi Utomo
(1908 M)
Sebuah
organisasi pemuda yang didirikan oleh Dr. Sutomo dan para mahasiswa STOVIA yaitu Goenawan
Mangoenkoesoemo dan Soeraji pada tanggal 20 Mei 1908.
Organisasi ini bersifat sosial, ekonomi, dan kebudayaan tetapi
tidak bersifat politik. Berdirinya Budi Utomo menjadi awal gerakan yang
bertujuan mencapai kemerdekaan Indonesia.
2. Sarekat Dagang Islam (1909 M)
Berdirinya organisasi ini dilatar belakangi dengan persoalan
ekonomi, khususnya persaingan yang meningkat antara pengusaha batik pribumi dan
orang-orang Cina. Haji Samanhudi sebagai pendiri SDI, organisasi ini tidak hanya
membangkitkan perasaan anti Cina tetapi juga anti kolonial dan para pegawainya
yang telah banyak membuat kesulitan bagi rakyat pribumi organisasi ini
didirikan tahun 1909 M.
3. Sarekat
Islam (1912 M)
Didirikan
pada tahun 1912 M oleh pedagang-pedagang Islam di Jawa Tengah dengan maksud
melawan persaingan perdagangan-perdagangan Cina. Dan tujuan lain akan
berikhtiar, supaya anggota-angotaanya satu sama lain bergaul seperti saudara
dan supaya timbullah kerukunan dan
tolong menolong satu sama lain antara sekalian kaum muslimin.
4. Muhammadiyah (1912 M)
Didirikan pada tahun 1912 M oleh K.H Ahmad Dahlan yang bertepatan
pada tanggal 18 November. Organisasi ini mulai embrio kelahirannya, aktivitas
dan tujuan pendirinya adalah organisasi pembaharuan. Dalam hal ini Alfian
menarik kesimpulan tentang gerakan Muhammadiyah sebelum Kemerdekaan dalam tiga
hal :[14]
a. Muhammadiyah merupakan gerakan pembaharuan Islam yang ide-idenya
telah menyumbangkan pemeliharaan Islam sehingga menjadi satu dari unsur-unsur
penting perpolitikan Indonesia.
b. Muhammadiyah telah tampil menghadapi berbagai ancaman ideologi
politik modern seperti kolonialisme dan sekularisme.
c. Muhammadiyah tetap bertahan dan memiliki akar kuat dalam
masyarakat, walaupun seringkali timbul masalah-masalah internal.
5. Nahdlatul Ulama (1926 M)
Sebagai reaksi atas pembaharuan dalam Islam di Jawa, berdirilah
Nahdlatull Ulama pada tahun 1926 M. bertepatan pada tanggal 31 Januari atau 16
Rajab 1345 h. harinya hari Kamis di Lawang Agung, Ampel, Surabaya. Sebab-sebab
kelahiran organisasi ini ada dua yaitu :
a. Sebab
langsung, yaitu seruan kepada penguasa Arab Saudi, Ibnu saud untuk meninggalkan
kebiasaan beragama tradisi. Golongan ini tidak menyukai wahabisme.
b. Sebab
tidak langsung, yaitu pemikiran golongan tradisi selalu bertentangan dengan
pemikiran golongan pembaharu.
Dalam
perjalanan sejarahnya, dikalangan tokoh-tokoh dan organisasi pergerakan, mulai
terjadi perbedaan-perbedaan taktik dan program yang menyebabkan perpecahan.
Masa pendudukan Jepang
Kemunduran progresif yang dialami partai-partai Islam seakan mendapatkan
dayanya kembali setelah jepang datang menggantikan posisi Belanda. Dan Jepang
menjanjikan kepada Indonesia untuk merdeka. Dengan mengeluarkan Maklumat
Gunsaekan no. 23/29 April 1945, tentang pembentukan BPUPKI. Berbeda dengan
situasi sebelumnya, yang kalangan Islam mendapat pelayanan lebih besar dari
Jepang, keanggotaan BPUPKI di dominasi oleh golongan nasionalis. Di dalam badan
inilah, Soekarno mencetuskan ide pancasilanya. Meskipun di dalam rumusan
pancasila itu terdapat prinsip ketuhanan, tetapi negara pada dasarnya
dipisahkan dari agama.
Indonesia bisa memanfaatkan kekalahan Jepang yang sudah dikalahkan
sekutu yaitu dengan menyusun rencana untuk memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia. Akhirnya Indonesia menyatakan proklamasi kemerdekaannya pada tanggal
17 Agustus 1945.
E. Islam Pasca Kemerdekaan
1. Kesultanan Ngayogyakarta menjadi DIY
Pada saat Proklamasi Kemerdekaan RI,
Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII mengetok kawat kepada
Presiden RI, menyatakan bahwa Daerah Kasultanan Yogyakarta dan Daerah
Pakualaman menjadi bagian wilayah Negara Republik Indonesia, serta bergabung
menjadi satu mewujudkan satu kesatuan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sri Sultan
Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia.
Dari 4 Januari 1946 hingga 17
Desember 1949, Yogyakarta menjadi Ibukota Negara Republik Indonesia, justru
dimasa perjuangan bahkan mengalami saat-saat yang sangat mendebarkan, hampir-hampir
saja Negara Republik Indonesia tamat riwayatnya. Oleh karena itu
pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia yang berkumpul dan berjuang di Yogyakarta
mempunyai kenangan tersendiri tentang wilayah ini. Apalagi pemuda-pemudanya
yang setelah perang selesai, melanjutkan studinya di Universitas Gajah Mada,
sebuah Universitas Negeri yang pertama didirikan oleh Presiden Republik
Indonesia, sekaligus menjadi monumen hidup untuk memperingati perjuangan
Yogyakarta. Pada saat ini Kraton Yogyakarta dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku
Buwono X dan Puro Pakualaman oleh Sri Paduka Paku Alam IX. Keduanya memainkan
peranan yang sangat menentukan di dalam memelihara nilai-nilai budaya dan adat-istiadat
Jawa dan merupakan pemersatu masyarakat Yogyakarta.[15]
2. Organisasi-Organisasi Islam
a. Muhammadiyah
Perkembangan Muhamadiyah dalam
bidang keagamaan terlihat dalam upaya-upayanya, seperti terbentukanya Majlis
Tarjih (1927), yaitu lembaga yang menghimpun ulama-ulama dalam Muhammadiyah
yang secara tetap mengadakan permusyawaratan dan memberi fatwa-fatwa dalam
bidang keagamaan, serta memberi tuntunan mengenai hukum. Majlis ini banyak
telah bayak memberi manfaat bagi jamaah dengan usaha-usahanya yang telah
dilakukan:
a) Memberi tuntunan dan pedoman dalam bidang ubudiyah sesuai dengan contoh yang telah diberikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
a) Memberi tuntunan dan pedoman dalam bidang ubudiyah sesuai dengan contoh yang telah diberikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
b) Memberi pedoman dalam penentuan
ibadah puasa dan hari raya dengan jalan perhitungan “hisab” atau “astronomi”
sesuai dengan jalan perkembangan ilmu pengetahuan modern.
c) Mendirikan mushalla khusus wanita, dan juga
meluruskan arah kiblat yang ada pada masjid-masjid dan mushalla-mushalla sesuai
dengan arah yang benar menurut perhitungan garis lintang.
Dalam bidang pendidikan, usaha yang
ditempuh Muhammadiyah meliputi:
a) mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan ke dalamnya ilmu-ilmu keagamaan
a) mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan ke dalamnya ilmu-ilmu keagamaan
b) mendirikan madrasah-madrasah yang
juga diberi pendidikan pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan umum.
Dengan usaha perpaduan tersebut,
tidak ada lagi pembedaan mana ilmu agama dan ilmu umum. Semuanya adalah
perintah dan dalam naungan agama. Dalam bidang kemasyarakatan, usaha-usaha yang
telah dilakukan Muhammadiyah meliputi:
a) Mendirikan rumah-rumah sakit modern, lengkap dengan segala peralatan, membangun balai-balai pengobatan, rumah bersalin, apotek, dan sebagainya.
b) Mendirikan panti-panti asuhan anak yatim, baik putra maupun putri untuk menyantuni mereka.
a) Mendirikan rumah-rumah sakit modern, lengkap dengan segala peralatan, membangun balai-balai pengobatan, rumah bersalin, apotek, dan sebagainya.
b) Mendirikan panti-panti asuhan anak yatim, baik putra maupun putri untuk menyantuni mereka.
c) Mendirikan perusahaan percetakan,
penerbitan, dan toko buku yang banyak memublikasikan majalah-majalah, brosur
dan buku-buku yang sangat membantu penyebarluasan paham-paham keagamaan, ilmu,
dan kebudayaan Islam.
Dalam bidang politik, usaha-usaha
Muhammadiyah meliputi:
a) Menentang pemerintah Hindia Belanda yang mewajibkan pajak atas ibadah kurban. Hal ini berhasil dibebaskan.
a) Menentang pemerintah Hindia Belanda yang mewajibkan pajak atas ibadah kurban. Hal ini berhasil dibebaskan.
b) Pengadilan agama di zaman
kolonial berada dalam kekuasaan penjajah yang tentu saja beragama Kristen. Agar
urusan agama di Indonesia, yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, juga
dipegang oleh orang Islam, Muhammadiyah berjuang ke arah cita-cita itu.
c) Ikut aktif dalam keanggotaan MIAI
(Majelis Islam A’la Indonesia) dan menyokong sepenuhnya tuntutan Gabungan
Politik Indonesia (GAPI) agar Indonesia mempunyai parlemen di zaman penjajahan.
Begitu juga pada kegiatan-kegiatan Islam Internasional, seperti Konferensi
Islam Asia Afrika, Muktamar Masjid se-Dunia, dan sebagainya, Muhammadiyah ikut
aktif di dalamnya.
d) Pada saat partai politik yang bisa amenyalurkan cita-cita perjuangan Muhammadiyah tidak ada, Muhammadiyah tampil sebagai gerakan dakwah Islam yang sekaligus mempunyai fungsi politik riil. Pada saat itu, tahun 1966/1967, Muhammadiyah dikenal sebagai ormaspol, yaitu organisasi kemasyarakatan yang juga berfungsi sebagai partai politik. Dengan semakin luasnya usaha-usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah, dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang berkedudukan sebagai badan pembantu pemimpin persyarikatan. Kesatuan-kesatuan kerja tersebut berupa majelis-majelis dan badan-badan. Selain majelis dan lembaga, terdapat organisasi otonom, yaitu organisasi yang bernaung di bawah organisasi induk, dengan amasih tetap memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri.[16]
d) Pada saat partai politik yang bisa amenyalurkan cita-cita perjuangan Muhammadiyah tidak ada, Muhammadiyah tampil sebagai gerakan dakwah Islam yang sekaligus mempunyai fungsi politik riil. Pada saat itu, tahun 1966/1967, Muhammadiyah dikenal sebagai ormaspol, yaitu organisasi kemasyarakatan yang juga berfungsi sebagai partai politik. Dengan semakin luasnya usaha-usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah, dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang berkedudukan sebagai badan pembantu pemimpin persyarikatan. Kesatuan-kesatuan kerja tersebut berupa majelis-majelis dan badan-badan. Selain majelis dan lembaga, terdapat organisasi otonom, yaitu organisasi yang bernaung di bawah organisasi induk, dengan amasih tetap memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri.[16]
b. Nahdlatul Ulama
NU semakin berkembang
dengan cepat, pada tahun 1935 telah memiliki 68 cabang dengan anggota 6700
orang. Padakongres tahun 1940 di Surabaya dinyatakan berdirinya organisasi
wanita NU atau Muslimat dan pemuda ansar. Pada perkembangan selanjutnya, NU
mengubah haluanya, selain sebagai organisasi yang bergerak dalam bidang sosial
keagamaan, juga mulai ikut dalam kehidupan politik. Tahun 1937 bergabung dengan
Majilis Islam A’la Indonesia (MIAI). Hal
ini terus berlangsung sampai dibubarkanya pada masa penjajahan Jepang tahun
1943, yang kemudian diganti Masyumi. Dalam Masyumi, NU adalah bagian yang
sangat penting sampai tahun 1952. Dalam muktamarnya yang ke-19 tanggal 1 Mei
1952 menyatakan diri keluar dari Masyumi dan menjadi partai politik tersindiri.
Kemudian NU bersama dengan PSII dan Perti membentuk Liga Muslim Indonesia
sebagai wadah kerja sama partai politik dan organisasi Islam. Dalam pemilu
tahun 1955, NU muncul sebagai partai politik terbesar ketiga. Pada masa orde
baru, NU bersama partai politik lainya (PSII, Parmusi, Perti) berfungsi dalam
partai persatuan pembangunan (PPP). Kemudian sejak tahun 1984, NU menyatakan
diri kembali ke khittah 1926,
artinya melepaskan diri dari kegiatan politik, meskipun secara pribadi-pribadi
anggotanya tetap ikut berkiprah dalam berbagai partai politik.
Pada masa Reformasi (1999) para tokoh NU yang dimotori oleh KH. Abdurrahman Wahid
(Gusdur) mendirikan partai politik, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang
kemudian termasuk 5 besar pemenang pemilu pada tahun tersebut. Melalui poros
tengah, Abdurrahman Wahid sebagai pemimpin NU saat itu berhasil menjadi orang
nomor satu di RI, meskipun hanya berumur satu tahun.
Peranan NU sebagai
organisasi dalam perjuangan mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan
tidak diragukan lagi, bahkan para Kyai dan santri memikul senjata (bambu
runcing atau golok) untuk berjihad fisabilillah, tercatat dalam sejarah tanggal
30 Oktober 1945, NU mengeluarkan Rosolusi Jihad untuk melawan tentara penjajah.[17]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kerajaan-kerajaan Islam sebelum
kedatangan Belanda diantaranya kerajaan Perlak, Samudera Pasai, Aceh, Demak,
Pajang, Mataram, Cirebon, Banten, Banjar, Sulawesi merupakan kerajaan yang
berperan penting bagi penyebaran Islam di Nusantara dengan cara memperluas
wilayah kerajaan agar penyebaran Islam berkembang semakin pesat. Selain itu di bidang
ekonomi kerajaan berperan menciptakan mata uang sebagai alat pembayaran,
perdagangan di wilayah kerajaan juga mulai berkembang pesat sehingga banyak
yang sama-sama ingin menguasai wilayah tersebut.
2. Setelah Kedatangan penjajah, kerajaan-kerajaan
islam mengalami keruntuhan dan banyak di kuasai penjajah, juga banyak terjadi
perselisihan antar kerajaan-kerajaan Islam.
3. Perlawanan terhadap Belanda
diantaranya perang Diponegoro dan perang Aceh namun semuanya mengalami
kegagalan. Dan akhirnya Belanda ditaklukkan oleh Jepang. Karena politik etnis yang
diterapkan oleh Belanda, maka banyak timbul Organisasi Islam di antaranya Budi
Utomo, SDI,SI, Muhammadiyah dan NU.
4. Masa pendudukan jepang partai
Islam bangkit kembali. Pada dasarnya Jepang ingin menguasai Indonesia. Jepang menjanjikan
kemerdekaan untuk Indonesia. Namun, Jepang kalah dengan sekutu dan kesempatan
itu digunakan rakyat Indonesia untuk menyatakan kemerdekaannya.
5. Islam pasca kemerdekaan di
antaranya Kesultanan Ngayogyakarta bergabung dengan Negara Republik Indonesia
dan berubah menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta. Organisasi Islam pun semakin
berkembang dan yang paling besar di antaranya Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.
DAFTAR PUSTAKA
Arief Rahman, 2015, Muhammadiyah dan NU (Nahdlatul
Ulama), http://aariefr.blogspot.co.id/2012/06/muhammadiyah-dan-nu-nahdatul-ulama.html, diakses tanggal 28 September 2015.
Badri Yatim, 2004, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Dikpora, 2015, Sejarah
Singkat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, http://www.pendidikan
diy.go.id/dinas_v4/?view=baca_isi_lengkap&id_p=1 , diakses tanggal 26
September 2015.
Fatah Syukur, 2009, Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Pustaka
Rizki Putra.
Jawara, 2014, Sejarah
Perkembangan Kerajaan Islam di berbagai Wilayah Indonesia, https://jawara1.wordpress.com/2014/08/14/sejarah-perkembangan-kerajaan-islam-di-berbagai-wilayah-indonesia/,
diakses tanggal 29 September 2015.
Muhammad Syamsu
As, 1996, Ulama Pembawa islam di Indonesia dan Sekitarnya,
Jakarta: Lentera Basritama.
Toni Julianto,
2012, Sejarah Berdirinya Muhammadiyah di Indonesia, https://tonijulianto.wordpress.com/tag/perkembangan-muhammadiyah-di-indonesia/
, diakses tanggal 29 September 2015.
[1] Fatah Syukur,
2009, Sejarah Peradaban Islam,
Semarang, Pustaka Rizki Putra, hlm. 202.
[2] Muhammad Syamsu As,
1996, Ulama Pembawa islam di
Indonesia dan Sekitarnya, Jakarta, Lentera Basritama, hlm.12-13.
[3] Fatah Syukur, Op.Cit,
hlm.203.
[4] Badri Yatim, 2004,
Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada, hlm.207.
[5] Fatah Syukur, Loc.Cit.
[6] Muhammad Syamsu
As, Op.Cit, hlm. 17-18.
[7] Badri Yatim, Op.Cit,
hlm. 210.
[8] Fatah Syukur, Op.cit,
hlm. 205.
[9] Ibid,
hlm.206.
[10] Ibid,
hlm.207.
[11] Jawara,
2014, Sejarah Perkembangan Kerajaan Islam di berbagai Wilayah Indonesia,
https://jawara1.wordpress.com/2014/08/14/sejarah-perkembangan-kerajaan-islam-di-berbagai-wilayah-indonesia/, diakses
tanggal 29 September 2015.
[12] Fatah Syukur, Op.Cit
, hlm. 212.
[13] Ibid,
hlm. 223.
[14] Ibid,
hlm. 234.
[15]Dikpora,
2015, Sejarah Singkat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, http://www.pendidikan
diy.go.id/dinas_v4/?view=baca_isi_lengkap&id_p=1 , diakses tanggal 26
September 2015.
[16]Toni
Julianto, 2012, Sejarah Berdirinya Muhammadiyah di Indonesia,
https://tonijulianto.wordpress.com/tag/perkembangan-muhammadiyah-di-indonesia/
, diakses tanggal 29 September 2015.
[17]Arief Rahman, 2015, Muhammadiyah dan NU
(Nahdlatul Ulama), http://aariefr.blogspot.co.id/2012/06/muhammadiyah-dan-nu-nahdatul-ulama.html,
diakses tanggal 28 September 2015.