Minggu, 05 Juni 2016

PERAN KERAJAAN ISLAM DI NUSANTARA MASA PRA KEMERDEKAAN DAN MASA KEMERDEKAAN



PERAN KERAJAAN ISLAM DI NUSANTARA MASA PRA KEMERDEKAAN DAN MASA KEMERDEKAAN


Disusun guna memenuhi tugas :
Mata Kuliah : Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu : Aristoni, SH,MH
Disusun oleh :
1.      Efi Sofyan                               ( 1420220006 )
2.      Umi Julianti                             ( 1420220015 )
3.      Nur Fajriatul Istiqomah           ( 1420220019 )

 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
PRODI EKONOMI SYARIAH
TAHUN 2015

KATA PENGANTAR


Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah banyak memberikan nikmat kepada kita. Rahmat beserta salam semoga tetap tercurahkan kepada pemimpin akhir zaman yang sangat dipanuti oleh pengikutnya yakni Nabi Muhammad SAW.
Makalah dengan tema Peran Kerajaan Islam di Nusantara Pra Kemerdekaan dan Masa Kemerdekaan ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam.
Selanjutnya, penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan pengarahan-pengarahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tidak lupa juga kepada bapak dosen dan teman-teman yang lain untuk memberikan sarannya kepada kami agar penyusunan makalah ini lebih baik lagi.
Demikian, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya semua yang membaca makalah ini serta dapat mendukung proses pembelajaran.

Kudus, 18 September 2015

Penyusun






DAFTAR ISI


BAB II : PEMBAHASAN.. 3
BAB III : PENUTUP. 18

BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah

Islam masuk ke Indonesia pertama kali melalui jalur perdagangan. Dalam hal ini yang membawa dan memperkenalkan Islam kepada masyarakat Nusantara adalah para saudagar muslim baik yang datang dari Gujarat maupun Arab. Penyebaran Islam pun sampai kepada golongan bangsawan dan terbentuklah kerajaan Islam. Apabila situasi politik suatu kerajaan mengalami kekacauan dan kelemahan disebabkan perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana, maka Islam dijadikan alat politik bagi golongan bangsawan atau pihak-pihak yang menghendaki kekuasaan itu. Selain itu, kerajaan pun berkeinginan untuk memperluas daerah kekuasaannya. Hal ini membuktikan bahwa kerajaan Islam memiliki peran di Nusantara ini.
Dalam perkembangannya, kerajaan- kerajaan Islam mengalami kemajuan pesat dalam menyebarkan agama Islam, tetapi menjadi runtuh setelah kedatangan penjajah yang ingin menguasai nusantara ini. Hingga terbentuklah Organisasi-organisasi yang bisa menguatkan Nasionalisme hingga akhirnya Indonesia merdeka. Setelah mengalami kemerdekaan pun banyak sekali persoalan-persoalan mengenai Islam di Nusantara ini.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja peran kerajaan-kerajaan Islam sebelum kedatangan Belanda?
2. Bagaimana kondisi kerajaan-kerajaan Islam zaman penjajahan?
3. Bagaimana perlawanan-perlawanan yang dilakukan terhadap penjajah?
4. Bagaimana kondisi Indonesia masa pendudukan Jepang dan perjuangan menjelang kemerdekaan?
5. Bagaimana Islam di Nusantara pasca kemerdekaan?

C. Tujuan

1. Mengetahui peran kerajaan-kerajaan Islam sebelum kedatangan Belanda
2. Mengetahui kondisi kerajaan-kerajaan Islam zaman penjajahan
3. Mengetahui perlawanan-perlawanan yang dilakukan terhadap penjajah
4. Mengetahui kondisi Indonesia masa pendudukan Jepang dan perjuangan menjelang kemerdekaan
5. Mengetahui Islam di Nusantara pasca kemerdekaan

















BAB II

PEMBAHASAN


A. Kerajaan- Kerajaan Islam Sebelum Kedatangan Belanda

1.      Kerajaan Islam di Sumatera
a.       Kerajaan Perlak
Kerajaan ini adalah cikal dari kerajaan Islam pertama di Indonesia. Berdiri pada abad ketiga H. atau pertengahan abad ke 9 M. (225 H). Raja pertama adalah Sayid Abdul Azis yang bergelar Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Azis Syah. Agama Islam ke daerah ini dibawa oleh orang- orang Gujarat dari teluk Kumbay. Ibu kota atau pusat pemerintahan berada di Bandar Khalifah. Umumnya penyebaran dan perkembangan agama Islam di wilayah Asia Tenggara mulai merebak di Era ini.[1]
Di masa kerajaan Islam Perlak sudah di temukan mata uang yang lebih tua dari mata uang kerajaan Samudera Pasai. Menurut Prof. A. Hasjmy, pada penelitiannya di Aceh Timur, dapat di lihat 3 macam mata uang asli Kerajaan Islam Perlak :[2]
1)      Mata uang “Dirham” ditemukan oleh Ruhidi/Zakaria di daerah kampung Paya, meuligou, kira-kira 150 meter dari lokasi Bandar Khalifah.
2)      Mata uang “Kupang”ditemukan di daerah kampung Sarah Pineung, kerukunan Blang Simpo Perlak, di Selatan kota Perlak.
3)      Mata uang kuningan/tembaga yang diperlihatkan M. Arifin Ahmad, Ketua Team Sejarah Aceh Timur.
Ketiga mata uang tersebut ditulis dengan huruf Arab. Penemuan mata uang tersebut amatlah penting dilihat dari segi penelitian sejarah. Ini menunjukkan Kerajaan Islam Perlak adalah kerajaan yang maju dengan kemampuannya membuat alat pembayaran resmi kerajaan.

.
b.      Samudera Pasai
Samudera Pasai adalah kerajaan Islam pertama di Indonesia dan merupakan kerajaan kembar. Munculnya diperkirakan pada awal atau pertengahan abad ke-13 M. Dengan bukti ditemukan batu nisan dari granit yang bertuliskan bulan dan tahun kematian seseorang yang diperkirakan raja pertama kerajaan Pasai.[3]
Al Malikus Saleh raja pertama yang memimpin kerajaan pasai dan terakhir dipimpin Zainal Abidin (1513-1524 M). Dalam kehidupan perekonomiannya, kerajaan maritim ini, tidak mempunyai basis agraris. Basis perekonomiannya adalah perdagangan dan pelayaran. Pengawasan terhadap perdagangan dan pelayaran itu merupakan sendi-sendi kekuasaan yang memungkinkan kerajaan memperoleh penghasilan dan pajak yang besar. Tome pires menceritakan,di Pasai ada mata uang Dirham. Dikatakannya bahwa setiap kapal yang membawa barang-barang dari Barat dikenakan pajak 6% . Samudera Pasai pada waktu itu ditinjau dari segi geografis dan sosial ekonomi memang merupakan suatu daerah yang penting sebagai penghubung antara pusat-pusat perdagangan yang terdapat di kepulauan Indonesia, India, Cina dan Arab. Ia merupakan pusat perdagangan yang sangat penting. Adanya mata uang itu membuktikan bahwa kerajaan ini pada saat itu merupakan kerajaan yang makmur.[4]
Ibnu Batutoh menyatakan bahwa Islam sudah se-abad lamanya disiarkan di Sumatera,berdasarkan kerajaan Pasai yang pada waktu itu sebagai pusat studi agama Islam dan tempat berkumpulnya para ulama-ulama dari berbagai negeri Islam untuk menekan berbagai masalah keagamaan dan keduniaan.[5]
Samudera Pasai memainkan peranan di dalam perkembangan Islam di Jawa dan Sulawesi pada tahun 797 Hijriah/1395 M.yaitu di masa pemerintahan Sultan Zainal Abidin Bahian Syah (1349-1496 M) dengan cara mengantarkan dua orang pendakwah ke Jawa yaitu Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishak yang bergelar Syekh Awalul Islam. Dikatakan Malik Ibrahim ini keturunannya bersambung dengan Zainal Abidin, salah seorang cucu Ali bin Abi Thalib. Dan Malik Ibrahim ini sepupu Raja Cermin. Pada akhir abad 15 Masehi, seorang pendakwah Arab bernama Al Syeikh Ali Al Qaisar dan rombongan diketahui oleh Sultan Abdul Jalil bin Sultan Al Qahar, bertolak dari Pidi dengan kapal ke Sulawesi dan berhenti disebuah Bandar yang disebut Makasar menyebarkan dakwah Islamiyah hingga Raja Bone masuk Islam.[6]
c.       Aceh
Kerajaan Aceh sangat maju dalam bidang perdagangan. Puncak kejayaan kerajaan Aceh pada masa pemerintahan Iskandar Muda (1608-1637 M). Dimasa itu Aceh menguasai seluruh pelabuhan di pesisir Timur dan Barat Sumatera, juga berhasil mengislamkan masyarakatnya. Dalam mencapai kejayaan, terutama mengusir Portugis Sultan Iskandar Muda tidak bergantung banyak pada kerajaan Turki sebagaimana raja sebelumnya. Ia menjalin dengan kelompok anti Portugis, yaitu Belanda dan Inggris.
Tidak seperti Iskandar Muda yang memerintah dengan tangan besi, penggantinya , Iskandar Tsani, bersikap lebih liberal., lembut dan adil. Pada masanya, Aceh terus berkembang untuk masa beberapa tahun. Pengetahuan agama maju dengan pesat. Akan tetapi , kematiannya diikuti oleh masa-masa bencana. Tatkala beberapa sultan prempuan menduduki singgasana pada tahun 1641-1699, beberapa wilayah taklukannya lepas dan kesultanan menjadi terpecah belah. Setelah itu, pemulihan kembali kesultanan tidak banyak bermanfaat, sehingga menjelang abad ke-18 M kesultanan Aceh merupakan bayangan belaka dari masa silam dirinya, tanpa kepemimpinan dan kacau balau.[7]
2.      Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa
a.       Demak
Kerajaan Demak berdiri bersamaan dengan melemahnya posisi raja Majapahit. Hal ini memberi peluang kepada penguasa-penguasa di pesisir untuk mendirikan pusat-pusat kekuasan yang independen. Di bawah pimpinan Sunan Ampel dan Walisongo sepakat mengangkat Raden Fatah menjadi raja pertama kerajaan Demak.[8]
Dalam kepemimpinan Raden Fatah kerajaan Demak lambat laun menjadi pusat perkembangan agama Islam oleh para wali. Ia di gantikan oleh anaknya, Sambrang Lor, dikenal juga dengan nama Pati Unus. Pati Unus digantikan oleh Trenggono pada tahun 1524-1546. Pada masa Sultan Demak yang ketiga inilah Islam dikembangkan ke seluruh tanah Jawa, bahkan sampai ke Kalimantan Selatan.
b.      Pajang
Kesultanan Pajang adalah pelanjut dan dipandang sebagai pawaris kerajaaan Demak. Sultan atau Raja pertama kesultanan ini adalah Jaka Tingkir yang bergelar Sultan Adiwijaya. Pada masanya sejarah Islam di Jawa mulai dalam bentuk baru, titik politik pindah dari pesisir (Demak) ke pedalaman. Peralihan pusat politik itu membawa akibat yang sangat besar dalam perkembangan peradaban Islam di Jawa.
Selama pemerintahan Sultan Adiwijaya, kesusastraan dan kesenian keraton yang sudah maju di Demak dan Jepara lambat laun dikenal di pedalaman Jawa. Pengaruh agama Islam di pesisir menjalar dan tersebar ke daerah pedalaman.[9]
c.       Mataram
Raja pertama Mataram yaitu ki Pamanahan tidak memakai gelar lebih  besar dari raja Pajang. Dan anaknya memakai gelar Senopari Ing Alaga dan juga dipakai seterusnya oleh raja-raja Mataram. Pemerintahan Mataram menetapkan peraturan bagi penguasa setempat wajib bayar upeti. Pada abad ke-16 Mataram mengadakan perluasan daerah kekuasaan dari Malaka sampai daerah Cirebon. Puncak raja Mataram berkuasa, ia menguasai Kerajaan Madiun (1590 M).[10]
Ekonomi mataram tergantung sepenuhnya pada pertanian dan juga pada perdagangan, bidang kebudayaan, faktor yang mempertinggi peradaban dari daerah pesisir utara (Jatim). Sultan Agung merupakan raja terbesar di Kerajaan Mataram. Ia berambisi untuk menguasai wilayah Jawa. Tahun 1628 dan 1629 berusaha merebut Batavia dari Belanda, namun gagal.
Sultan Agung merupakan raja pemerhati seni budaya, sebagai berikut:[11]
1)   Mengarang buku “sastra-Gending” yang berisi falsafah Jawa.
2)   Menciptakan kitab undang-undung baru surya alam.
3)   Mengubah perhitungan tahun Jawa Hindu (saka) menjadi tahun Islam (Hijriah).
4)   Menciptakan kalender Jawa, yaitu perpaduan antara Saka dan tahun Hijriah.          
d.      Cirebon
Kesultanan Cirebon adalah kerajaan Islam pertama di Jawa Barat. Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Dari Cirebon, Sunan Gunung Jati mengembangkan Islam ke daerah lain di Jawa Barat seperti Majalengka, Kuningan, Kawali (galuh) Sunda Kelapa, Banten.
e.       Banten
Menurut sumber tradisional, penguasa Pajajaran di Banten menerima Sunan Gunung Jati dengan ramah tamah dan tertarik masuk Islam.
Untuk penyebaran Islam di Jawa Barat, langkah Sunan Gunung Jati berikutnya adalah menduduki pelabuhan Sunda yang tua, kira-kira tahun 1527. Ia memperluas kekuasaannya atas kota-kota pelabuhan Jawa Barat lain yang semula termasuk Pajajaran.
Setelah ia kembali ke Cirebon, kekuasaannya atas Banten diserahkan kepada puteranya, Hasanuddin. Ia meneruskan usaha-usaha ayahnya dalam meluaskan daerah Islam, yaitu ke Lampung dan sekitarnya di Sumatera Selatan.
3.      Kerajaan- kerajaan Islam di Kalimantan dan Sulawesi
a.       Kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan
Kerajaan Banjar didirikan oleh Raden Samudra. Setelah masuk Islam, ia dinobatkan menjadi Sultan Banjar dengan gelar Sultan Suryanulah. Kerajaan Banjar memiliki peranan penting dalam penyebaran agama Islam di Kalimantan Selatan, sebab dipengaruhi oleh Ietaknya di dekat sungai, sehingga banyak para pedagang dan luar Kalimantan yang berdagang rempah-rempah yang menyebabkan persebaran agama Islam lebih lancar.
b.      Kerajaan Islam di Sulawesi
Sejak Gowa-Tallo tampil sebagai pusat perdagangan laut, kerajaan ini menjalin hubungan baik dengan Ternate yang telah menerima Islam dari Gresik/Giri. Di bawah pemerintahan Sultan Baabullah, Ternate mengadakan perjanjian persahabatan dengan Goa-Tallo. Ketika itulah, raja Ternate berusaha mengajak pengusaha Goa-Tallo untuk masuk Islam, tetapi gagal. Baru pada waktu Datu’ Ri Bandang dating ke kerajaaan Goa-Tallo, agama Islam mulai masuk kerajaan ini. Alauddin (1591-1636) adalah sultan pertama yang menganut Islam tahun 1605. Penyebaran Islam setelah itu berlangsung sesuai dengan tradisi yang telah lama diterima oleh para raja, keturunan To Manurung. Tradisi itu mengharuskan seorang raja untuk memberitahukan “hal baik” kepada yang lain. Karena itu, kerajaan kembar Goa-Tallo menyampaikan “pesan Islam” kepada kerajaan-kerajaan lain seperti Luwu, yang lebih tua, Wajo, Soppeng dan Bone.[12]
4.      Hubungan Politik dan Keagamaan Antara Kerajaan-Kerajaan Islam
Hubungan antara satu kerajaan Islam dengan kerajaan Islam lainnya memang terjalin karena persamaan agama. Dalam bidang politik, agama pada mulanya dipergunakan untuk memperkuat diri dalam menghadapi pihak atau kerajaan yang bukan Islam, terutama yang mengancam kehidupan politik maupun ekonomi. Hubungan antar kerajaan Islam lebih banyak terletak dalam bidang budaya dan keagamaan. Samudera Pasai dan kemudian Aceh yang dikenal sebagai Serambi Makkah menjadi pusat pendidikan dan pengajaran Islam. Dari sini ajaran-ajaran Islam tersebar ke seluruh pelosok Nusantara melalui karya-karya ulama dan murid-muridnya yang menuntut ilmu kesana. Demikian pula halnya dengan Giri di Jawa Timur terhadap daerah-daerah di Indonesia bagian timur. Karya-karya sastra dan keagamaan dengan segera berkembang di kerajaan-kerajaan Islam. Tema dan isi karya-karya itu seringkali mirip antara satu dengaan yang lain. Kerajaan Islam itu telah merintis terwujudnya idiom cultural yang sama, yaitu Islam. Hal ini menjadi pendorong terjadinya interaksi budaya yang makin erat.

B. Kerajaan-Kerajaan Islam Zaman Penjajahan

Di Banten, pada waktu itu kapal Belanda mulai secara teratur singgah disitu, tahun 1619 Jakarta direbut Belanda dan kelak Batavia akan menjadi penguasa di Jawa Barat. Pada abad ke-17 orang Banten mengkhawatirkan pengaruh raja-raja Mataram ke arah Barat dan serangan dari Palembang, namun Banten menganggap bahwa kekuasaan Belanda di Jakarta/Betawi membawa keamanan dan ketertiban bagi Banten dan Cirebon. Itu tidak bertahan lama hubungan Banten dengan Belanda setelah Sultan Agung Tirtayasa naik tahta (1651 M).
Di Sumatera, kerajaan-kerajaan Islam dengan cepat di kuasai Belanda, kecuali Aceh. Setelah Malaka jatuh ke tangan Belanda 1641 M, terbentuk aliansi-aliansi baru antara lain, Jambi, Palembang, dan Makasar. Namun aliansi-aliansi ini bubar ketika VOC ikut ampur dan meminta untuk tanda tangan kontrak dengan VOC.
Seperti kerajaan di Sumatera, pada masa penjajahan umat Islam dibagi menjadi beberapa kelompok dengan pengelompokan silang karena perbedaan motivasi. Pertama, timbul kelompok karena pendidikan, ada yang disebut kaum muslim pesantren dan kaum muslim sekolahan. Kedua, berdasarkan paham keagamaan, timbul masalah mahdzab dan Arujh ila Qur’an Wasunnah, bukan hanya masalah fiqh tetapi juga masalah aqidah.

C. Perlawanan Terhadap Penjajahan Belanda

Disini akan dipaparkan 2 perlawanan terbesar dan terlama :
1.      Pangeran Diponegoro
Latar belakang : Rencana pemerintah Hindia-Belanda untuk membuat jalan yang menerobos tanah milik Pangeran Diponerogo dan harus membongkar makam keramat.
Perang :
Tahun 1825 M : Pangeran Diponegoro menggunakan taktik gerilya, dimana pasukan Belanda dikepung oleh prajurit Pangeran Diponegoro di Yogya
Tahun 1826 M : Banyak korban berguguran di pihak Belanda, sehingga mendirikan benteng untuk mempersempit gerak tentara Pangeran Diponegoro.
Tahun 1827 M : Pangeran Diponegoro ditawan oleh Pemerintah Hindia-Belanda.
Tahun 1830 M : Pangeran Diponegoro dibuang ke Manado
Tahun 1834 M : Pangeran Diponegoro dipindah ke Ujung Pandang, Makassar.
Tahun 1855 M : Pangeran Diponegoro wafat di usia 70 th.
2.      Perang Aceh
Latar belakang : pada 26 Maret 1873 M Terusan Suez dibuka Belanda ingin menguasai pelabuhan Aceh yang strategis yang berada di urat nadi pelayaran Internasional.
Perang :
5 April 1873 M Belanda menyerang masjid dengan 3000 personil, namun gagal
November 1873 M Belanda berhasil menduduki masjid Keraton dengan 13000 personil.
Tahun 1890 M Teuku Umar berpihak pada Belanda dan Belanda berhasil menundukkan Mukim XXII, XXV dan XXVI.
Tahun 1896 M Teuku Umar membelot dari Belanda dan terjadilah peperangan namun dalam perang ini Teuku Umar gugur dan digantikan oleh istrinya Cut Nya’ Dien
Tahun 1942 M Belanda meninggalkan Indonesia.

D. Masa Pendudukan Jepang dan Perjuangan Menjelang Kemerdekaan

Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia mengalami perbedaan dalam situasi sosial politik pada masa penjajahan Belanda. Ini terbukti terdapatnya kerajaan-kerajaan Islam sebelum Belanda datang. Diantaranya ada kerajaan Aceh yang paling lama merasakan kemerdekaannya diantara kerajaan-kerajaan di Jawa lainnya. Dan adanya pula percaturan politik pada kerajaan besar, seperti di Sulawesi, Mataram, Banten dan sebagainya. Kondisi ini juga amat memburuk dengan adanya penjajahan Belanda, Kerajaan-Kerajaan Islam dalam hal agama mengalami kemunduran dan Islam pada waktu itu semakin lemah dan bertambah kecil. Di samping itu dengan datangnya penjajah Belanda, terjadi konflik intern antar satu kerajaan, yang mana mengakibatkan perpecahan kerajaan kerajaan Islam tersebut. Dan ini salah satu tujuan Belanda untuk memecah belah dan menguasai daerah di Indonesia, di samping menguasai rempah-rempah dalam perdagangan.[13]
Pada masa kolonial Belanda, perjuangan-perjuangan yang dilakukan umat Islam akibat diberlakukannya politik etnis yaitu membentuk suatu organisasi-organisasi Islam guna membendung sepak terjang kolonial Belanda, antara lain:
1. Budi Utomo (1908 M)
Sebuah organisasi pemuda yang didirikan oleh Dr. Sutomo dan para mahasiswa STOVIA yaitu Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji pada tanggal 20 Mei 1908. Organisasi ini bersifat sosial, ekonomi, dan kebudayaan tetapi tidak bersifat politik. Berdirinya Budi Utomo menjadi awal gerakan yang bertujuan mencapai kemerdekaan Indonesia.
2. Sarekat Dagang Islam (1909 M)
Berdirinya organisasi ini dilatar belakangi dengan persoalan ekonomi, khususnya persaingan yang meningkat antara pengusaha batik pribumi dan orang-orang Cina. Haji Samanhudi sebagai pendiri SDI, organisasi ini tidak hanya membangkitkan perasaan anti Cina tetapi juga anti kolonial dan para pegawainya yang telah banyak membuat kesulitan bagi rakyat pribumi organisasi ini didirikan tahun 1909 M.
3. Sarekat Islam (1912 M)
Didirikan pada tahun 1912 M oleh pedagang-pedagang Islam di Jawa Tengah dengan maksud melawan persaingan perdagangan-perdagangan Cina. Dan tujuan lain akan berikhtiar, supaya anggota-angotaanya satu sama lain bergaul seperti saudara dan supaya timbullah  kerukunan dan tolong menolong satu sama lain antara sekalian kaum muslimin.
4. Muhammadiyah (1912 M)
Didirikan pada tahun 1912 M oleh K.H Ahmad Dahlan yang bertepatan pada tanggal 18 November. Organisasi ini mulai embrio kelahirannya, aktivitas dan tujuan pendirinya adalah organisasi pembaharuan. Dalam hal ini Alfian menarik kesimpulan tentang gerakan Muhammadiyah sebelum Kemerdekaan dalam tiga hal :[14]
a. Muhammadiyah merupakan gerakan pembaharuan Islam yang ide-idenya telah menyumbangkan pemeliharaan Islam sehingga menjadi satu dari unsur-unsur penting perpolitikan Indonesia.
b. Muhammadiyah telah tampil menghadapi berbagai ancaman ideologi politik modern seperti kolonialisme dan sekularisme.
c. Muhammadiyah tetap bertahan dan memiliki akar kuat dalam masyarakat, walaupun seringkali timbul masalah-masalah internal.
5. Nahdlatul Ulama (1926 M)
Sebagai reaksi atas pembaharuan dalam Islam di Jawa, berdirilah Nahdlatull Ulama pada tahun 1926 M. bertepatan pada tanggal 31 Januari atau 16 Rajab 1345 h. harinya hari Kamis di Lawang Agung, Ampel, Surabaya. Sebab-sebab kelahiran organisasi ini ada dua yaitu :
a. Sebab langsung, yaitu seruan kepada penguasa Arab Saudi, Ibnu saud untuk meninggalkan kebiasaan beragama tradisi. Golongan ini tidak menyukai wahabisme.
b. Sebab tidak langsung, yaitu pemikiran golongan tradisi selalu bertentangan dengan pemikiran golongan pembaharu.
Dalam perjalanan sejarahnya, dikalangan tokoh-tokoh dan organisasi pergerakan, mulai terjadi perbedaan-perbedaan taktik dan program yang menyebabkan perpecahan.
Masa pendudukan Jepang
Kemunduran progresif yang dialami partai-partai Islam seakan mendapatkan dayanya kembali setelah jepang datang menggantikan posisi Belanda. Dan Jepang menjanjikan kepada Indonesia untuk merdeka. Dengan mengeluarkan Maklumat Gunsaekan no. 23/29 April 1945, tentang pembentukan BPUPKI. Berbeda dengan situasi sebelumnya, yang kalangan Islam mendapat pelayanan lebih besar dari Jepang, keanggotaan BPUPKI di dominasi oleh golongan nasionalis. Di dalam badan inilah, Soekarno mencetuskan ide pancasilanya. Meskipun di dalam rumusan pancasila itu terdapat prinsip ketuhanan, tetapi negara pada dasarnya dipisahkan dari agama.
Indonesia bisa memanfaatkan kekalahan Jepang yang sudah dikalahkan sekutu yaitu dengan menyusun rencana untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Akhirnya Indonesia menyatakan proklamasi kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.

E. Islam Pasca Kemerdekaan

1. Kesultanan Ngayogyakarta menjadi DIY
Pada saat Proklamasi Kemerdekaan RI, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII mengetok kawat kepada Presiden RI, menyatakan bahwa Daerah Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman menjadi bagian wilayah Negara Republik Indonesia, serta bergabung menjadi satu mewujudkan satu kesatuan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia.
Dari 4 Januari 1946 hingga 17 Desember 1949, Yogyakarta menjadi Ibukota Negara Republik Indonesia, justru dimasa perjuangan bahkan mengalami saat-saat yang sangat mendebarkan, hampir-hampir saja Negara Republik Indonesia tamat riwayatnya. Oleh karena itu pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia yang berkumpul dan berjuang di Yogyakarta mempunyai kenangan tersendiri tentang wilayah ini. Apalagi pemuda-pemudanya yang setelah perang selesai, melanjutkan studinya di Universitas Gajah Mada, sebuah Universitas Negeri yang pertama didirikan oleh Presiden Republik Indonesia, sekaligus menjadi monumen hidup untuk memperingati perjuangan Yogyakarta. Pada saat ini Kraton Yogyakarta dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Puro Pakualaman oleh Sri Paduka Paku Alam IX. Keduanya memainkan peranan yang sangat menentukan di dalam memelihara nilai-nilai budaya dan adat-istiadat Jawa dan merupakan pemersatu masyarakat Yogyakarta.[15]
2. Organisasi-Organisasi Islam
a. Muhammadiyah
Perkembangan Muhamadiyah dalam bidang keagamaan terlihat dalam upaya-upayanya, seperti terbentukanya Majlis Tarjih (1927), yaitu lembaga yang menghimpun ulama-ulama dalam Muhammadiyah yang secara tetap mengadakan permusyawaratan dan memberi fatwa-fatwa dalam bidang keagamaan, serta memberi tuntunan mengenai hukum. Majlis ini banyak telah bayak memberi manfaat bagi jamaah dengan usaha-usahanya yang telah dilakukan:
a) Memberi tuntunan dan pedoman dalam bidang ubudiyah sesuai dengan contoh yang telah diberikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
b) Memberi pedoman dalam penentuan ibadah puasa dan hari raya dengan jalan perhitungan “hisab” atau “astronomi” sesuai dengan jalan perkembangan ilmu pengetahuan modern.
c)  Mendirikan mushalla khusus wanita, dan juga meluruskan arah kiblat yang ada pada masjid-masjid dan mushalla-mushalla sesuai dengan arah yang benar menurut perhitungan garis lintang.
Dalam bidang pendidikan, usaha yang ditempuh Muhammadiyah meliputi:
a) mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan ke dalamnya ilmu-ilmu keagamaan
b) mendirikan madrasah-madrasah yang juga diberi pendidikan pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan umum.
Dengan usaha perpaduan tersebut, tidak ada lagi pembedaan mana ilmu agama dan ilmu umum. Semuanya adalah perintah dan dalam naungan agama. Dalam bidang kemasyarakatan, usaha-usaha yang telah dilakukan Muhammadiyah meliputi:
a) Mendirikan rumah-rumah sakit modern, lengkap dengan segala peralatan, membangun balai-balai pengobatan, rumah bersalin, apotek, dan sebagainya.
b) Mendirikan panti-panti asuhan anak yatim, baik putra maupun putri untuk menyantuni mereka.
c) Mendirikan perusahaan percetakan, penerbitan, dan toko buku yang banyak memublikasikan majalah-majalah, brosur dan buku-buku yang sangat membantu penyebarluasan paham-paham keagamaan, ilmu, dan kebudayaan Islam.

Dalam bidang politik, usaha-usaha Muhammadiyah meliputi:
a) Menentang pemerintah Hindia Belanda yang mewajibkan pajak atas ibadah kurban. Hal ini berhasil dibebaskan.
b) Pengadilan agama di zaman kolonial berada dalam kekuasaan penjajah yang tentu saja beragama Kristen. Agar urusan agama di Indonesia, yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, juga dipegang oleh orang Islam, Muhammadiyah berjuang ke arah cita-cita itu.
c) Ikut aktif dalam keanggotaan MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) dan menyokong sepenuhnya tuntutan Gabungan Politik Indonesia (GAPI) agar Indonesia mempunyai parlemen di zaman penjajahan. Begitu juga pada kegiatan-kegiatan Islam Internasional, seperti Konferensi Islam Asia Afrika, Muktamar Masjid se-Dunia, dan sebagainya, Muhammadiyah ikut aktif di dalamnya.
d) Pada saat partai politik yang bisa amenyalurkan cita-cita perjuangan Muhammadiyah tidak ada, Muhammadiyah tampil sebagai gerakan dakwah Islam yang sekaligus mempunyai fungsi politik riil. Pada saat itu, tahun 1966/1967, Muhammadiyah dikenal sebagai ormaspol, yaitu organisasi kemasyarakatan yang juga berfungsi sebagai partai politik. Dengan semakin luasnya usaha-usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah, dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang berkedudukan sebagai badan pembantu pemimpin persyarikatan. Kesatuan-kesatuan kerja tersebut berupa majelis-majelis dan badan-badan. Selain majelis dan lembaga, terdapat organisasi otonom, yaitu organisasi yang bernaung di bawah organisasi induk, dengan amasih tetap memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri.[16]
b. Nahdlatul Ulama
NU semakin berkembang dengan cepat, pada tahun 1935 telah memiliki 68 cabang dengan anggota 6700 orang. Padakongres tahun 1940 di Surabaya dinyatakan berdirinya organisasi wanita NU atau Muslimat dan pemuda ansar. Pada perkembangan selanjutnya, NU mengubah haluanya, selain sebagai organisasi yang bergerak dalam bidang sosial keagamaan, juga mulai ikut dalam kehidupan politik. Tahun 1937 bergabung dengan Majilis Islam A’la Indonesia  (MIAI). Hal ini terus berlangsung sampai dibubarkanya pada masa penjajahan Jepang tahun 1943, yang kemudian diganti Masyumi. Dalam Masyumi, NU adalah bagian yang sangat penting sampai tahun 1952. Dalam muktamarnya yang ke-19 tanggal 1 Mei 1952 menyatakan diri keluar dari Masyumi dan menjadi partai politik tersindiri. Kemudian NU bersama dengan PSII dan Perti membentuk Liga Muslim Indonesia sebagai wadah kerja sama partai politik dan organisasi Islam. Dalam pemilu tahun 1955, NU muncul sebagai partai politik terbesar ketiga. Pada masa orde baru, NU bersama partai politik lainya (PSII, Parmusi, Perti) berfungsi dalam partai persatuan pembangunan (PPP). Kemudian sejak tahun 1984, NU menyatakan diri  kembali ke khittah 1926, artinya melepaskan diri dari kegiatan politik, meskipun secara pribadi-pribadi anggotanya tetap ikut berkiprah dalam berbagai partai politik.
Pada masa Reformasi (1999) para tokoh NU yang dimotori oleh KH. Abdurrahman Wahid (Gusdur) mendirikan partai politik, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang kemudian termasuk 5 besar pemenang pemilu pada tahun tersebut. Melalui poros tengah, Abdurrahman Wahid sebagai pemimpin NU saat itu berhasil menjadi orang nomor satu di RI, meskipun hanya berumur satu tahun.
Peranan NU sebagai organisasi dalam perjuangan mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan tidak diragukan lagi, bahkan para Kyai dan santri memikul senjata (bambu runcing atau golok) untuk berjihad fisabilillah, tercatat dalam sejarah tanggal 30 Oktober 1945, NU mengeluarkan Rosolusi Jihad untuk melawan tentara penjajah.[17]







 

 



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kerajaan-kerajaan Islam sebelum kedatangan Belanda diantaranya kerajaan Perlak, Samudera Pasai, Aceh, Demak, Pajang, Mataram, Cirebon, Banten, Banjar, Sulawesi merupakan kerajaan yang berperan penting bagi penyebaran Islam di Nusantara dengan cara memperluas wilayah kerajaan agar penyebaran Islam berkembang semakin pesat. Selain itu di bidang ekonomi kerajaan berperan menciptakan mata uang sebagai alat pembayaran, perdagangan di wilayah kerajaan juga mulai berkembang pesat sehingga banyak yang sama-sama ingin menguasai wilayah tersebut.
2. Setelah Kedatangan penjajah, kerajaan-kerajaan islam mengalami keruntuhan dan banyak di kuasai penjajah, juga banyak terjadi perselisihan antar kerajaan-kerajaan Islam.
3. Perlawanan terhadap Belanda diantaranya perang Diponegoro dan perang Aceh namun semuanya mengalami kegagalan. Dan akhirnya Belanda ditaklukkan oleh Jepang. Karena politik etnis yang diterapkan oleh Belanda, maka banyak timbul Organisasi Islam di antaranya Budi Utomo, SDI,SI, Muhammadiyah dan NU.
4. Masa pendudukan jepang partai Islam bangkit kembali. Pada dasarnya Jepang ingin menguasai Indonesia. Jepang menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia. Namun, Jepang kalah dengan sekutu dan kesempatan itu digunakan rakyat Indonesia untuk menyatakan kemerdekaannya.
5. Islam pasca kemerdekaan di antaranya Kesultanan Ngayogyakarta bergabung dengan Negara Republik Indonesia dan berubah menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta. Organisasi Islam pun semakin berkembang dan yang paling besar di antaranya Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.

DAFTAR PUSTAKA


Arief Rahman, 2015, Muhammadiyah dan NU (Nahdlatul Ulama), http://aariefr.blogspot.co.id/2012/06/muhammadiyah-dan-nu-nahdatul-ulama.html, diakses tanggal 28 September 2015.
Badri Yatim, 2004, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Dikpora, 2015, Sejarah Singkat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, http://www.pendidikan diy.go.id/dinas_v4/?view=baca_isi_lengkap&id_p=1 , diakses tanggal 26 September 2015.
Fatah Syukur, 2009, Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Jawara, 2014, Sejarah Perkembangan Kerajaan Islam di berbagai Wilayah Indonesia, https://jawara1.wordpress.com/2014/08/14/sejarah-perkembangan-kerajaan-islam-di-berbagai-wilayah-indonesia/, diakses tanggal 29 September 2015.
Muhammad  Syamsu  As, 1996, Ulama Pembawa islam di Indonesia dan Sekitarnya, Jakarta: Lentera Basritama.
Toni Julianto, 2012, Sejarah Berdirinya Muhammadiyah di Indonesia,  https://tonijulianto.wordpress.com/tag/perkembangan-muhammadiyah-di-indonesia/ , diakses tanggal 29 September 2015.
                                                                         


[1] Fatah Syukur, 2009,  Sejarah Peradaban Islam, Semarang, Pustaka Rizki Putra, hlm. 202.
[2] Muhammad  Syamsu  As, 1996,  Ulama Pembawa islam di Indonesia dan Sekitarnya, Jakarta, Lentera Basritama, hlm.12-13.
[3] Fatah Syukur, Op.Cit, hlm.203.
[4] Badri Yatim, 2004, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada,  hlm.207.
[5] Fatah Syukur, Loc.Cit.
[6] Muhammad Syamsu As, Op.Cit, hlm. 17-18.
[7] Badri Yatim, Op.Cit, hlm. 210.
[8] Fatah Syukur, Op.cit, hlm. 205.
[9] Ibid, hlm.206.
[10] Ibid, hlm.207.
[11] Jawara, 2014, Sejarah Perkembangan Kerajaan Islam di berbagai Wilayah Indonesia, https://jawara1.wordpress.com/2014/08/14/sejarah-perkembangan-kerajaan-islam-di-berbagai-wilayah-indonesia/, diakses tanggal 29 September 2015.


[12] Fatah Syukur, Op.Cit , hlm. 212.
[13] Ibid, hlm. 223.
[14] Ibid, hlm. 234.
[15]Dikpora, 2015, Sejarah Singkat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, http://www.pendidikan diy.go.id/dinas_v4/?view=baca_isi_lengkap&id_p=1 , diakses tanggal 26 September 2015.

[16]Toni Julianto, 2012, Sejarah Berdirinya Muhammadiyah di Indonesia,  https://tonijulianto.wordpress.com/tag/perkembangan-muhammadiyah-di-indonesia/ , diakses tanggal 29 September 2015.
[17]Arief Rahman, 2015, Muhammadiyah dan NU (Nahdlatul Ulama), http://aariefr.blogspot.co.id/2012/06/muhammadiyah-dan-nu-nahdatul-ulama.html, diakses tanggal 28 September 2015.