Minggu, 05 Juni 2016

PERKEMBANGAN TASAWUF DAN TAREKAT DI NUSANTARA



PERKEMBANGAN TASAWUF DAN TAREKAT DI NUSANTARA
Disusun guna memenuhi tugas :
Mata Kuliah : Ilmu Tasawuf
Dosen Pengampu : Nurhuda Widiana, M.S.I

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/0/03/Logo_STAIN_Kudus_Jawa_Tengah.jpg
Disusun oleh :
1.      Purwati                              (1420220014)
2.      Umi Julianti                       (1420220015)
3.      Muhammad Sadam           (1420220016)



 
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
PRODI EKONOMI SYARIAH
TAHUN 2016

KATA PENGANTAR


Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah banyak memberikan nikmat kepada kita. Rahmat beserta salam semoga tetap tercurahkan kepada pemimpin akhir zaman yang sangat dipanuti oleh pengikutnya yakni Nabi Muhammad SAW.
Makalah dengan tema Perkembangan Tasawuf dan Tarekat di Nusantara ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Tasawuf. Selanjutnya, penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan pengarahan-pengarahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tidak lupa juga kepada Ibu dosen dan teman-teman yang lain untuk memberikan sarannya kepada kami agar penyusunan makalah ini lebih baik lagi.
Demikian, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya semua yang membaca makalah ini serta dapat mendukung proses pembelajaran.

Kudus, 30 April 2016

Penyusun







DAFTAR ISI

Halaman Judul……………………………………………………………    i
Kata Pengantar…………………………………………………………...    ii
Daftar Isi…………………………………………………………………     iii
BAB I : PENDAHULUAN……………………………………………..     1
                   A. Latar Belakang Masalah………………………………….    1
                   B. Rumusan Masalah………………………………………...    1
                   C. Tujuan…………………………………………………….    2
BAB II : PEMBAHASAN……………………………………………….               3
                   A. Perkembangan Tasawuf di Nusantara……………………    .           3
                   B. Walisongo dan Sufi…………………………………….....    6
                   C. Tarekat yang Berkembang di Indonesia…………………..   8
                   D. Perkembangan Tarekat di Nusantara……………………..    10
BAB III : PENUTUP……………………………………………………..   18
                   A. Kesimpulan………………………………………………..   18
                   B. Saran……………………………………………………….  19
Daftar Pustaka……………………………………………………………..  20




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
      Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk baik agama, suku daerah, adat dan sebagainya. Tasawuf memandang memandang bahwa keanekaragaman agama di dunia hanya sekedar bentuknya, sedangkan hakikatnya sama, karena semuanya mempunyai sumber yang sama dan bertujuan menyembah Tuhan Pencipta Alam.
      Perkembangan tasawuf dan tarekat di dunia juga memasuki Indonesia seiring dengan proses masuknya Islam di Indonesia itu sendiri. Agen Islamisasi Nusantara yang paling  berjasa adalah kaum sufi, dimana hampir semua daerah yang pertama memeluk Islam bersedia menukar kepercayaan asalnya lantaran tertarik oleh ajaran tasawuf. Di tangaan kaum sufi,  Islam disajikan dengan menekankan kesesuaian tradisi lokal dengan Islam, sehingga keberadaannya kala itu lebih mudah diterima. Para sufi ini melalui tarekat-tarekatnya juga membentuk kehidupan sosial bangsa Indonesia.
      Banyak sekali tarekat-tarekat yang berkembang di Nusantara diantaranya adalah Naqsabandiyah, Qadiriyah, Samaniyah, Khalwatiyah, Khalidiyah, dan lain-lain. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai “PERKEMBANGAN TASAWUF DAN TAREKAT DI NUSANTARA”.
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut dapat di rumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana perkembangan tasawuf di Nusantara?
2.      Siapa sajakah walisongo sebagai sufi di tanah Jawa?
3.      Apa saja tarekat yang berkembang di Indonesia?
4.      Bagaimana perkembangan tarekat di Nusantara?



C.    Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1.      Mengetahui perkembangan tasawuf di Nusantara
2.      Mengetahui walisongo sebagai sufi di tanah Jawa
3.      Mengetahui tarekat yang berkembang di Nusantara
4.      Mengetahui perkembangan tarekat di Nusantara

























BAB II
PEMBAHASAN

A.    Perkembangan Tasawuf di Nusantara
                  Perkembangan tasawuf di Nusantara tidak bisa terlepas dari sejarah Islam di Nusantara. Islam masuk di Indonesia karena pengaruh dari Arab, Persia dan India. Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriah. Kemudian Islam di Indonesia mengalami pasang surut seolah-olah menghilang beberapa abad lamanya. Tetapi, pada abad ke-11 M, Islam menampakkan kekuasaannya lagi di Indonesia lewat paham Syi’ah, kemudian pada abad ke-13 berubah lagi menjadi aliran Syafi’iyah. Menurut pendapat HAMKA, pengaruh Islam masuk di Indonesia yang pertama adalah karena pengaruh dari Arab, beberapa pendapatnya yaitu :[1]
1.      Ibnu Bathutthah, menyaksikan bahwa Raja Pasai bermazhab Syafi’i.
2.      Ibnu Khaldun yang hidup sezaman dengan Ibnu Bathuthah, mengatakan dalam ‘Maqadimah”nya bahwa negeri Mesir adalah penganut Mazhab Syafi’i yang terbesar.
3.      Nama dan gelar Raja-raja Pasai meniru Raja-raja keturunan Shalahuddin El-Ayubi di Mesir : Al-Malik Shaleh, Al-Malikul Adil, Al-Malikul Mansyur dan sebagainya. Dan nama-nama Raja India dan Persia di kala itu tidak memakai gelar seperti itu. Sedang gelar Syah, baru dipakai setelah Malaka.
4.      Rupanya sudah ada orang Indonesia yang naik haji. Dan Ibnu Bathutah mengatakan bahwa Mazhab penduduk Mekkah yang umum ialah Mazhab Syafi’i. Maka kalau pengaruh Islam dari India yang masuk terlebih dahulu, maka Mazhab Hanafi lah yang dipeluk oleh Raja-raja Pasai.
5.      Ada beberapa penyelidik mengatakan bahwa besar pengaruh India atas ke-Islaman di Indonesia karena faham mistik India itu terdapat amat mendalam dalam ke-Islamannya bangsa Indonesia.
6.      Ulama-ulama Islam dalam sejarah Tasawuf yang hidup di Abad ke 14 yaitu di zaman kerajaan Pasai, di zaman Ibnu Bathuthah menuntut ilmunya bukan ke India atau Persia tetapi ke tanah Arab. Tasawuf pada zaman itu sejalan dengan Mazhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Khususnya Mazhab Syafi’i yang masuk ke Indonesia.
      Dalam perkembangan Tasawuf di Indonesia, pengaruh Ghazali Asy-Syafi’i lebih besar daripada pengaruh Al-Hallaj Asy-Syi’i. Pada zaman kerajaan Islam Pasai, sudah ada orang Indonesia menjadi Guru Tasawuf yang tinggi dan diakui, bukan saja di negerinya, bahkan mengajar di tanah Arab dan banyak muridnya orang besar dalam Dunia Tasawuf. Diantaranya Al-Yafi’i, seorang Syaikh yang karangan-karangannya tentang Tasawuf menjadi pedoman mereka itu sampai sekarang. Negeri Pasai menjadi maju sebagai pelopor Mazhab Syafi’i, sehingga kian lama kian banyaklah pedagang santri datang ke negeri itu baik dari tanah Arab, India ataupun Persia. Maka suasana tasawuf inilah yang meliputi Indonesia  berabad-abad lamanya, sejak Abad permulaan.[2]
1.      Perkembangan Tasawuf di Pulau Jawa
     Di akhir abad ke XV Masehi, tepatnya pada tahun 1479 M, berdirilah kerajaan Islam yang pertama di pulau Jawa (di Demak, Jawa Tengah), dengan rajanya yang pertama adalah Raden Patah, maka tercatat dalam sejarah bahwa semenjak itu pula tersebarnya ajaran tasawuf. Penyebaran agama Islam di pulau Jawa, tidak terlepas dari usaha para wali yang dikenal dengan nama “Wali Songo”, dengan menggunakan pendekatan mistik, yang di dalamnya diisi ajaran tasawuf.
    Dalam perkembangan Tasawuf di Pulau Jawa, hampir sama pula dengan keadaan yang dialami oleh masyarakat Islam di pulau lain, dimana mereka dihadapkan kepada dua aliran tasawuf yang bertentangan; yaitu aliran Sunni (Salaf) dan aliran Falsafi, sebagai aliran yang sudah berkembang di Jazirah Arabiyah dan sekitarnya.
    Ajaran tasawuf yang bercorak Sunni dan Falsafi di pulau Jawa, tetap dianut oleh masyarakat. Tetapi pada perkembangan selanjutnya, tasawuf yang bercorak Falsafi inilah yang mengarah kepada aliran kebatinan, sesuai kenyataan sekarang ini. Tentu saja aliran ini, sudah dimasuki oleh unsur-unsur kepercayaan lain yang pernah dianut oleh masyarakat Jawa sebelumnya. Sehingga mewujudkan suatu bentuk lain, yang disebut aliran kebatinan dan kepercayaan.
    Tetapi aliran tasawuf yang beraliran Sunni, tetap dikembangkan oleh masyarakat Muslim, dengan tidak meninggalkan unsur-unsur keislamannya. Hanya saja, pada  perkembangan selanjutnya, tasawuf yang bercorak Sunni ini diajarkan lewat Tarekat yang dianggap Mu’tabarah oleh Ulama Tasawuf  Indonesia.
2.      Perkembangan Tasawuf di Pulau Sumatera
      Perkembangan tasawuf di Sumatera, tidak terlepas dari upaya maksimal para ulama Shufi yang bermukim di beberapa daerah di pulau tersebut, untuk mengembangkan ajarannya. Ulama-ulama Shufi yang sangat berpengaruh di Sumatera. Antara lain Syekh Hamzah Pansuri, Syekh Syamsuddin bin abdillah As-Sumatrani, Syekh Abdur Rauf  bin Ali Al-Fansuri, dan Syekh Abdus Shamad Al-Falimbani.
3.      Perkembangan Tasawuf di Pulau Kalimantan
     Perkembangan tasawuf di Kalimantan, sama halnya di pulau lain di Nusantara, dimana ulama yang bermukim di sana, berupaya semaksimal mungkin untuk menyebarkan ajaran tasawufnya, melalui dakwahnya, buku-buku karangannya, maupun melalui Tarekatnya.
     Salah seorang Shufi yang terkemuka di Kalimantan Barat adalah Syekh Ahmad Khatib As-Sambasi. Kemudian kita meninjau lagi perkembangan tasawuf di Kalimantan Selatan; antara lain dikembangkan oleh Syekh Muhammad Nafis bin Idris bin Husein Al-Banjari.
     Ulama-ulama inilah yang membekali Ilmu Tasawuf  yang sangat luas kepada Syekh Muhammad Nafis, sehingga ia mendapatkan pengakuan yang tinggi oleh masyarakat luas di Kalimantan selatan, dengan gelar Al-‘Alimul ‘Allamah Wal Fahhamah.
4.      Perkembangan Tasawuf  di Pulau Sulawesi
      Perkembangan tasawuf di Sulawesi, tidak jauh berbeda dengan keadaan di pulau lain, dimana ajaran tasawuf yang diterimanya, ada yang bercorak Sunni dan ada pula yang bercorak Falsafi. Dan yang sangat disayangkan, karena kebanyakan penganut tasawuf Falsafi mencampur-baurkan ajaran tasawuf dengan ilmu hitam (guna-guna), sehingga makin membingungkan masyarakat awam. Hal semacam inilah yang membuat citra tasawuf di masyarakat semakin direndahkan, sehingga sekarang kurang diminati orang.[3]
B.     Walisongo dan Sufi
      Beberapa catatan menunjukkan bahwa Islam masuk ke tanah jawa telah diakui sejak tahun 1416. Pada tahun 1416 seorang Cina Islam Ma Huan dengan juru bahasanya Ceng Ho sudah menerangkan tentang orang-orang yang datang dari Barat dan tinggal di Indonesia dan tentang orang Tionghoa masuk Islam. Batu nisan yang terdapat pada kuburan Maulana Malik Ibrahim di Gresik, dekat Surabaya, terukir sebagai tanggal meninggalnya 822 H atau 1419 M. ia seorang saudagar berasal dari Gujarat, India yang rupanya di samping berniaga ia menyiarkan agama Islam.
      Wali adalah keringkasan dari Waliyullah, artinya orang yang dianggap dekat kepada Tuhan, orang keramat, yang mempunyai bermacam-macam keanehan. Wali-wali itu dianggap orangyang mula-mula menyiarkan agama Islam di Jawa dan biasa disebut walisongo. Dapat diduga bahwa wali-wali itu dalam menyiarkan agamanya tidaklah merupakan pidato atau ceramah di depan umum tetapi dalam kumpulan terbatas dimana pengikutnya kemudian bertambah banyak maka terjadilah tabligh-tabligh itu diadakan di dalam rumah-rumah perguruan yang biasa disebut madrasah atau pondok. Walisongo tersebut adalah :
1.      Syeikh Maulana Malik Ibrahim, terkenal dengan sebutan Syeikh Maghribi, berasal dari Gujarat, India. Ia dianggap sebagai pencipta pondok pesantren yang pertama. Ia mengeluarkan muballigh-muballigh Islam yang mengembangkan agama suci itu ke seluruh Jawa.
2.      Raden Rakhmat terkenal dengan nama Sunan Ampel, berasal dari Kamboja, Indo-Cina. Ia membuka asrama para ksatria di Ampel, Surabaya, di samping menyebarkan agama Islam di seluruh Jawa Timur.
3.      Sunan Makhdum Ibrahim atau Sunan Bonang. Ia dianggap pencipta gending darma dan menyiarkan agama Islam di Jawa Timur pesisir sebelah utara.
4.      Raden Paku atau Sunan Giri. Ia dianggap pencipta gending Asmaradana dan Pucung. Daerah penyiaran Islamnya dikatakan di Sulawesi dan Sunda kecil. Ia berjiwa ahli pendidikan dan kabarnya ialah yang mula-mula mengadakan cara pendidikan untuk anak-anak dengan memakai permainan yang bersifat agama.
5.      Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati atau Fatahillah.
6.      Ja’far Sadiq atau Sunan Kudus. Sunan ini menyebarkan Islam di sebelah pesisir utara Jawa Tengah.
7.      Raden Prawoto atau Sunan Muria. Cara ia menyiarkan agama ialah dengan mendekati kaum dagang, nelayan dan pelaut.
8.      Syarifuddin atau Sunan Drajat.
9.      R.M. Syahid atau Sunan Kalijogo. Daerah penyebaran agama yang diambilnya ialah Jawa Tengah bagian selatan.
      Perguruan yang didirikan oleh para wali biasanya murid-murid tinggal di rumah guru yang sangat dihormatinya dan dengan sedikit demi sedikit dialirkanlah ke dalam hatinya rahasia-rahasia pelajaran itu. Lalu terjadilah antara guru dengan murid suatu ikatan yang kokoh. Menjadi kehormatan bagi seorang murid mengikuti pelajaran itu sampai ia mendapat ijazah. Guru itu dianggap orang luar biasa. Keadaan luar biasa itu diperoleh karena melatih diri dalam pelajaran-pelajaran rahasia karena ibadah siang dan malam untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.[4]
C.    Tarekat Yang Berkembang di Indonesia
Ada banyak sekali aliran tarekat yang berkembang di Indonesia antara lain:
1.      Tarekat Qadiriyah didirikan oleh Syekh Abdul Qadir Jaelani (1077-1166) dan ia sering pula disebut Al-Jilli. Tarekat ini banyak tersebar di dunia Timur, Tiongkok, sampai ke pulau Jawa. Pengaruh tarekat ini cukup banyak meresap di hati masyarakat yang dituturkan lewat bacaan manaqib pada acara-acara tertentu. Naskah asli manaqib di tulis dalam bahasa Arab. Berisi riwayat hidup dan pengalaman sufi Abdul Qadir Jaelani sebanyak empat puluh episode. Manaqib ini di baca dengan tujuan agar mendapat berkah dengan sebab keramatnya. Syekh Fansuri dikenal sebagai orang yang pertama kali menganutnya di Indonesia.
2.      Tarekat Rifa’iyah didirikan oleh Syekh Rifa’i (Ahmad bin Ali bin Abbas) yang wafat di Umm Abidah pada tahun 578 H. Tarekat ini banyak tersebar di daerah Aceh, Jawa, Sumatera Barat, Sulawesi dan daerah-daerah lainnya. Ciri tarekat ini adalah penggunaan tabuhan rebana dalam wiridnya, yang diikuti dengan tarian dan permainan debus, yaitu menikam diri dengan sepotong senjata tajam yang diiringi dengan zikir-zikir tertentu. Permainan debus ini berkembang pula di daerah Sunda, khususnya Banten dan Jawa Barat.
3.      Tarekat Naqsyabandiah didirikan oleh Muhammad bin Bhauddin al-Uwaisi al-Bukhari (727-791). Ia biasa disebut Naqsabandi karena keahliannya memberikan lukisan kehidupan yang gaib-gaib. Tarekat ini banyak tersebar di Sumatera, Jawa, maupun Sulawesi. Di daerah Sumatera Barat, tepatnya di Minangkabau, tarekat ini dibawa oleh Syaikh Ismail al-Khalidi al-Kurdi, sehingga dikenal dengan sebutan Tarekat Naqsabandiyah al-Khalidiyah. Amalan tarekat ini tidak banyak dijelaskan ciri-cirinya.
4.      Tarekat Samaniyah didirikan oleh Syaikh Saman yang meninggal dalam tahun 1720 di Madinah. Tarekat ini banyak tersebar luas di Aceh, dan mempunyai pengaruh yang dalam di daerah ini, juga di Palembang dan daerah lainnya di Sumatera. Tarekat ini juga sangat besar pengaruhnya terutama di daerah pinggiran kota. Di daerah Palembang, banyak orang yang membaca riwayat Syekh Saman sebagai tawassul untuk mendapatkan berkah. Ciri tarekat ini zikirnya dengan suara keras dan melengking, khususnya ketika mengucapkan lafzh la ilaha illa Allah. Juga terkenal dengan ratib Saman yang hanya mempergunakan kata “hu” yang berarti Dia (Allah).
5.      Tarekat Khalwatiyah didirikan oleh Zahiruddin tahun 1397 di Khurusan dan merupakan cabang dari tarekat Suhrawandi yang didirikan oleh Abdul Qadir Suhrawandi tahun 1167. Tarekat ini mula-mula tersiar di Banten oleh Syekh Yusuf Al-Khalwati Al-Makasari pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Tarekat ini sangat  banyak pengikutnya di Indonesia, dimungkinkan karena suluk dari tarekat ini sangat sederhana dalam pelaksanaannya. Untuk membawa jiwa ke tingkat yang lebih tinggi melalui tujuh tingkat, yaitu peningkatan dari nafsu marah, lawwamah, muthmainnah, radhiyah, mar-dhiyah dan nafsu kamilah.
6.      Tarekat Al-Haddad didirikan oleh Sayyid Abdullah bin Alwibin Muhammad al-Haddad (lahir 1044 H). Ia pencipta ratib hadad. Tarekat ini banyak dikenal di Hadramaut, Indonesia, India, Hijaz, Afrika Timur dan lain-lain.
7.      Tarekat Khalidiyah merupakan salah satu cabang dari tarekat Naqsabandiyah di Turki yang berdiri pada abad ke 19. Pokok-pokok tarekat ini dibangun oleh Syekh Sulaiman Zuhdi Al-Khalidi. Tarekat ini berisi tentang adab dan zikir, tawasul dalam tarekat, olah suluk, tentang saik dan maqamnya tentang ribath, dan beberapa fatwa pendek dari Syekh Sulaiman Al Zuhdi Al-Khalidi mengenai beberapa persoalan yang diterima dari bermacam-macam daerah tarekat ini banyak berkembang di Indonesia.
8.      Tarekat Syattariyah kebanyakan pengikutnya di Sumatera Selatan dan Syekh Abd al-Rauf Sinkel adalah orang pertama yang menyebarkan tarekat ini.[5]
D.    Perkembangan Tarekat di Nusantara
      Pada abad ke 16 dan 17, tarekat telah menjadi bagian penting di dalam kehidupan masyarakat Islam Nusantara. Tarekat yang berkembang di abad tersebut antara lain tarekat Qadiriyah, Syattariyah, Naqsabandiyah, Khalwatiyah, Samaniyah dan Alaawiyah. Beberapa tarekat lain seperti Tijaniyah baru berkembang pada abad ke-20. Tarekat Qadiriyah wa naqsabandiyah berkembang sekitar tahun 1850-an.[6]
      Pada awalnya, negara yang mempengaruhi berkembangnya tarekat di Indonesia adalah India (Gujarat), dari sanalah Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-Sumatrani (w. 1630) dan Nuruddin ar-Raniri belajar menimba ilmu dan mendapatkan ijazah serta menjadi khalifah.Namun pada abad-abad berikutnya, beberapa tarekat besar masuk ke Indonesia melalui Makkah dan Madinah. Dengan cara ini pula Tarekat Syattariyah yang berasal dari India berkembang di Makkah dan Madinah dan kemudian berpengaruh luas di Indonesia. Shufi Indonesia yang pertama kali menulis karangan tentang tarekat adalah Hamzah Fansuri. Dari namanya saja kita tahu bahwa beliau berasal dari kota Fansur (sebutan orang Arab untuk kota Barus, kota kecil di pantai barat Sumatra yang terletak antara Sibolga dan Singkel). Dalam tulisannya, ia mengungkapkan gagasan nya melalui syair bercorak wihdatul- wujud yang cenderung kepada penafsiran panteistik. Dalam syairnya Hamzah juga bercerita tentang kunjungannya ke Makkah, al-Quds, Baghdad (disana ia mengunjungi makam syekh ‘Abdul-Qadir al-Jilani) dan ke Ayuthia. Dalam syairnya juga ia mengaku menerima ijazah Tarekat Qadiriyah di Baghdad bahkan diangkat menjadi khalifah dalam tarekat ini. Dengan demikian jelaslah, bahwa Hamzah Fansuri (w 1590) adalah shufi pertama di Indonesia yang diketahui secara pasti menganut Tarekat Qadiriyah. Tarekat Qadiriyah adalah tarekat pertama yang masuk ke Indonesia. Di Jawa, pengaruh tarekat ini banyak ditemui di daerah Cirebon dan Banten. Dan menurut cerita rakyat setempat, Syaikh ‘Abdul-Qadir al-Jilani pernah datang ke Jawa, bahkan mereka dapat menunjukkan letak kuburannya. Indikasi lain tentang pengaruh Tarekat Qadiriyah di Banten adalah, adanya pembacaan kitab manaqib syekh ‘Abdul-Qadir al-Jilani pada acara-acara tertentu di kehidupan beragama masyarakat disana.
      Tokoh tarekat Syadziliyah yang terkenal antara lain Ibnu ‘Athoillah as- Sakandari, dan ‘Abdul-Wahhab as-Sya’rani. Shufi lain yang juga terkenal di Indonesia adalah Syamsuddin (w.1630), murid Hamzah Fansuri yang banyak menulis kitab dalam bahasa Arab dan Melayu. Dia perumus pertama ajaran martabat tujuh di nusantara serta metode pengaturan nafas pada saat ber- dzikir (yang dianggap sebagai pengaruh yoga pranayama dari India ). Tapi Nuruddin ar-Raniri dalam kitabnya Hujjatus-Shiddiq li daf’iz-Zindiq menganggap, bahwa ajaran martabat tujuh Syamsuddin termasuk ajaran wihdatul wujud yang dianggap menyimpang. Syamsudin sendiri berafiliasi dengan Tarekat Syattariyah seperti halnya Burhanpuri, bahkan Tarekat Syattariyah menjadi sangat populer di Indonesia sesudah wafatnya. Tidak diketahui secara jelas kapan tahun kelahirannya, tetapi dalam kitab Bustanus-Salatin karya Nuruddin, Syamsuddin wafat tahun 1039 H (1630 M). Shufi selanjutnya adalah Nuruddin ar-Raniri. Nama lengkapnya adalah Nuruddin bin Ali bin Hasanji bin Muhammad Hamid ar-Raniry, berasal dari keluarga Arab Ranir Gujarat. Wafat tahun 1068/1658. Ibunya orang Melayu, ayahnya imigran dari Hadromaut. Ar-Raniry pernah menjabat Syaikhul-Islam atau mufri di kerajaan Aceh pada pemerintahan Sultan Iskandar Tsani dan Sultanah Shofiatud-Din. Ar-Raniri menetap di Aceh selama tujuh tahun (1637 – 1644) sebagai mufti dan penulis produktif yang menentang doktrin wihdatul wujud. Ia mengeluarkan fatwa untuk memburu orang yang dianggap sesat, membunuh orang yang menolak bertobat dari kesesatan, serta membakar buku-buku yang berisi ajaran sesat. Pada tahun 1054/1644 ar-Raniry meninggalkan Aceh kembali ke Ranir karena mendapatkan serangan balik dari lawan-lawan polemiknya, yaitu murid-murid Syamsuddin yang dituduh menganut paham Panteisme. Sebagai seorang shufi, ar-Raniry juga memiliki banyak keahlian, ia menguasai ilmu teologi, fiqh, hadits, sejarah, perbandingan agama, dan politik. Dalam ber-tarekat, ia mengamalkan Tarekat Rifa’iyah dan menyebarkan ajaran tarekat ini ke wilayah Melayu, selain itu ia juga menganut tarekat Aydrusiyah dan Qadiriyah. Ia banyak menulis kitab tentang ilmu kalam dan tasawuf, menganut aliran tauhid Asy’ariyah, dan paham wihdatul-wujud yang lebih sedikit moderat. Ar-Raniry tercatat sebagai tokoh shufi terakhir yang membawa pengaruh bagi semua tarekat yang berkembang di Indonesia dan berasal langsung dari India. Sepeninggalnya, cabang- cabang tarekat dari India berkembang dulu di Makkah-Madinah, kemudian di bawa ke Indonesia, diantaranya adalah Tarekat Syattariyah yang dibawa oleh murid utamanya, syekh Abdul Rauf Singkel. Syekh Abdul Rauf belajar di Makkah selama 19 tahun dengan guru-guru tarekat, diantaranya adalah syekh al-Qusyasyi, Ibrahim al-Kurani, serta puteranya syekh Muhammad Thahir di Madinah. Sekembalinya dari Makkah tahun 1661, ia menjadi ahli fiqh terkenal di Aceh dan seorang shufi yang menyeimbangkan pandangan para pendahulunya dalam mengajarkan zikir dan wirid tarekat Syattariyah. Muridnya menyebarkan tarekat ini ke Sumatera Barat melalui syekh Burhanuddin Ulakan, serta ke Jawa melalui syekh Muhyidin dari Pemijahan yang sampai sekarang ajarannya masih diamalkan di sana. Al-Qusyasyi (w. 1660) dan al-Kurani (w. 1691) mewakili perpaduan antara tradisi intelektual shufi India dengan Mesir. Keduanya adalah pewaris syekh Zakariya al-Anshori dan ‘Abdul- Wahab as-Sya’rani dalam bidang fiqh dan tasawuf, sekaligus menjadi pengikut sejumlah tarekat di India, yang paling berpengaruh adalah Tarekat Syattariyah dan Naqsyabandiyah.  
      Abad berikutnya, orang orang Indonesia yang bermukim di Arab tertarik dengan ajaran syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Samman (w. 1775) ulama Madinah, Tarekat Sammaniyah merupakan gabungan dari tarekat Khalwatiyah, Qadiriyah, Naqsyabandiyah dan Syadziliyah. Syekh Muhammad Samman mengembangkan cara berzikir baru yang ekstatik dan menyusun sebuah ratib (doa-doa) sendiri. Secara formal tarekat ini merupakan salah satu cabang dari Tarekat Khalwatiyah, karena silsilah syekh Samman hanya melalui gurunya yaitu syekh Musthafa al-Bakri, pengamal tarekat Kholwatiyah, Walaupun demikian ia telah menjadi sebuah tarekat tersendiri dengan zawiyah sendiri dan dengan pengikut lokal ketika syaikh- nya masih hidup. Murid syekh Samman yang paling terkenal adalah syekh Abdus Shomad al- Palimbani, pengarang sejumlah kitab-kitab penting berbahasa Melayu. Beberapa ulama di Palembang berafiliasi dengan tarekat ini, sehingga tarekat ini mendapat kedudukan yang kokoh di kesultanan Palembang, bahkan Sultan Palembang telah menyediakan sejumlah dana yang cukup besar untuk membangun zawiyah syekh Samman di Jeddah. Sesudah syaikh Samman wafat, orang-orang Indonesia yang bermukim di Arab, belajar tarekat ini dari khalifahnya yang bernama Shiddiq bin Umar Khan. Ulama Indonesia yang menyebarkan tarekat ini adalah syekh Nafis al-Banjari dengan karyanya ad-Durrun- Nafis dalam bahasa Melayu, ia menyebarluaskan tarekat ini di Kalimantan. Syekh Nafis al- Banjari juga mengamalkan berbagai tarekat, seperti Tarekat Qadiriyah, Syattariyah, Naqsyabandiyah, Khalwatiyah dan Sammaniyah.
      Di Sulawesi Selatan, tarekat Sammaniyah bertemu dengan Tarekat Khalwatiyah. Keduanya bersaing dan saling mempengaruhi sehingga pada akhirnya bergabung menjadi tarekat Khalwatiyah Sammaniyah. Tarekat ini berkembang sedikit berbeda dengan ritual tarekat Sammaniyah lainnya di nusantara, dan keanggotaannya terbatas pada kelompok etnis Bugis
saja.
      Qadiriyah wa Naqsyabandiyah merupakan tarekat gabungan serupa dengan Sammaniyah, yakni teknik spiritual Tarekat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah menjadi unsur utama yang ditambah dengan unsur-unsur tarekat lain. Tarekat ini merupakan satu satunya tarekat yang
didirikan oleh ulama asli Indonesia syekh Ahmad Khatib Sambas (Kalimantan Barat) yang lama belajar di Makkah dan sangat dihormati.[7]
      Di Indonesia sebagaimana kajian Van Bruinessen, tarekat yang paling banyak pengaruhnya adalah tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Tarekat ini memiliki pengaruh hampir di seluruh Nusantara. Pengaruh terbesarnya di Jawa. Tarekat ini pada mulanya berkembang di Jawa Barat melalui murid Syaikh Ahmad Khatib, yaitu Syaikh Abdul Karim dari Banten. Dua murid lainnya adalah Syaikh Tolhah dari Cirebon dan KH.Ahmad Hasbullah dari Madura. Serta Muhammad Ismail ibn Abd. Rahim dari Bali dan Syaikh Yasin dari Kedah yang kemudian menetap di Mempawah, Kalimantan Barat. Tarekat ini juga berkembang di Jawa Tengah melalui Pesantren Mranggen dengan mursyid tarekat Kiai Muslih yang memiliki jalur spiritual dengan Syaikh Abd al-Karim. Di Jawa Timur juga berkembang melalui pesantren Darul Ulum dengan Mursyid Kiai Romli yang memperoleh ijazah dari Kiai Kholil Bangkalan.
      Tarekat Syattariyah di Nusantara tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Tarekat ini berkembang di Sumatera dan Jawa melalui jalur Abdurauf ibn Ali al-Sinkili. Sedangkan ke Jawa melalui Syaikh Abdul Muhyi. Ia adalah murid Syaikh Abdurrauf dari Jawa yang kemudian menjadi pengembang tarekat Syattariyah di Jawa. Menurut Rinkes, Syaikh Muhyi berasal dari Mataram, ayahnya bernama Syaikh Lebe Warta Kusuma, salah satu keturunan dari kerajaan Galuh (ayahnya Kiai Kentol Penengah, putra Sang Harepen Nembi, juga keturunan dari kerajaan Galuh), ibunya Nyi Raden Ajeng Tangan Djiah, salah satu keturunan dari lajur kanan Nabi. Mula pertama ia menyebarkan ajaran tarekat di Pamijahan wilayah kabupaten Tasikmalaya. Makamnya di Sapawardi atau pamijahan hingga kini masih terawat dan diziarahi banyak orang. Tarekat ini berkembang ke Jawa Timur melalui Kiai Bagus Ahmadi di Kalangbret Tulungagung.[8]
      Tarekat Naqsabandiyah berkembang di Indonesia karena diperkenalkan oleh Syaikh Yusuf Makassar. Yusuf berasal dari Kerajaan Islam Gowa. Di Aceh, negeri yang pada masa itu merupakan pusat pendidikan Islam yang utama di nusantara, ia berbaiat masuk sebuah tarekat, yaitu tarekat Qadiriyah. Setibanya di Yaman, ia mempelajari tarekat Naqsabandiyah lewat seorang Syaikh Arab terkenal, Muhammad ‘Abd Al-Baqi. Di Madinah, ia berguru pula kepada tokoh Naqsabandiyah terkenal lainnya, Ibrahim Al-Kurani, tetapi ia menyebut gurunya ini hanya sebagai seorang Syaikh tarekat Syattariyah. Yusuf belajar kepada berbagai guru lain di Makkah dan Madinah, dan mengadakan perjalanan hingga ke Damaskus. Di sini ia berbaiat masuk tarekat Khalwatiyah. Yusuf kembali ke Indonesia yaitu di Banten tahun 1672. Ia pun menyebarkan ajaran tarekat ini di Banten. Seorang guru dari Banten menyebarkan tarekat ini ke daerah Bogor dan Cianjur. Ada tanda-tanda bahwa tarekat naqsabandiyah juga mempunyai pengikut di Aceh. Ketika Syaikh Yusuf Makassar memperkenalkan tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, bukanlah tarekat sebagai organisasi yang dibawanya melainkan hanya teknik-tekniknya, terutama zikirnya dan metodenya dalam mengatur nafas. Tarekat Naqsabandiyah barulah berwatak gerakan massa pada paruh kedua abad ke 19 sebagai akibat perubahan-perubahan di Indonesia sendiri juga pengaruh dari dunia muslim yang lebih luas.
      Penyebaran Tarekat Naqsabandiyah di Nusantara dapat dilihat dari para tokoh-tokoh tarekat ini yang mengambangkan ajaran Tareqat Naqsabandiyah di bebarapa pelosok nusantara diantaranya adalah :
  1. Muhammad Yusuf adalah yang dipertuan muda di kepulauan Riau, beliau menjadi sultan di pulau tempat dia tinggal. Dan mempunyai istana di penyengat dan di Lingga.
  2. Di Pontianak, sebelum perkembangannya telah ada Tarekat Naqsabandiyah Mazhariyah. Tarekat Naqsabandiyah mulai dikembangkan oleh Ismail Jabal yang merupakan teman dari Usman al-Puntani (ulama yang terkenal di Pontianak sebagai penganut Tasawuf dan penerjemah tak sufi)
  3. Di Madura, Tarekat Naqsabandiyah sudah hadir pada abad ke 11 hijriyah. Tarekat Naqsabandiyah Mazhariyah merupakan Tarekat yang paling berpengaruh di Madura dan juga di beberapa tempat lain yang banyak penduduknya bersal dari madura, seperti surabaya, Jakarta, dan Kalimantan Barat.
  4. Di Dataran Tinggi Minangkabau tarekat Naqsabandiyah adlah yang paling padat. Tokohnya adalah jalaludin dari Cangking, ’Abd al Wahab, Tuanku Syaikh Labuan di Padang. Perkembangannya di Minangkabau sangat pesat hingga sampai ke silungkang, cangking, Singkarak dan Bonjol.
  5. Di Jawa Tengah berasal dari Muhammad Ilyas dari Sukaraja dan Muhammad Hadi dari Giri Kusumo. Popongan menjadi salah satu pusat utama Naqsabandiyah di Jawa Tengah.
      Perkembangan selanjutnya di Jawa antara lain di Rembang, Blora, Banyumas-Purwokerto, Cirebon, Jawa Timur bagian Utara, Kediri, dan Blitar.
Tarekat ini merupakan satu-satunya tarekat yang terwakili di semua provinsi yang berpenduduk mayoritas muslim. Tarekat ini sudah tersebar hampir keseluruh provinsi yang ada di tanah air yakni sampai ke Jawa, Sulawesi Selatan, Lombok, Madura, Kalimantan Selatan, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan Barat, dan daerah-daerah lainnya. Pengikutnya terdiri dari berbagai lapisan masyarakat dari yang berstatus sosial rendah sampai lapisan menengah dan lapisan yang lebih tinggi.
      Tarekat Khalidiyah diperkenalkan oleh Syaikh Ismail Minangkabawi setelah kembali dari Makkah. Ismail dibaiat masuk tarekat Naqsabandiyah oleh khalifah dari Maulana Khalid di Mekah. Sebelum mengadakan perjalanan ke Asia Tenggara, dapat dipastikan bahwa ia telah bertahun-tahun mengajarkan tareket Naqsabandiyah-Khalidiyah di Makkah. Ismail menjadikan Singapura sebagai basis sementaranya dan mulai mengajarkan tarekat di sana, tetapi juga mengungkapkan keinginannya untuk mengunjungi Riau. Yang dipertuan Muda, Raja Ali (Raja Riau) bersama kerabatnya menjadi murid Syaikh Ismail dan semenjak itu mengamalkan zikir naqsabandiyah bersama dua kali seminggu. Tarekat Khalidiyah juga mulai menyebar di Jawa Tengah dan  Jawa Barat.
      Pada tahun 1957 oleh sejumlah kiai tarekat senior yang semuanya berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama membentuk Jam’iyah Ahl Al-Thariqah Al-Mu’tabarah dengan tujuan mempersatukan semua tarekat yang mu’tabar demi mempertahankan kepentingan bersama. Dengan kata mu’tabar dimaksudkan bahwa tarekat bersangkutan mengindahkan syariat dan termasuk Ahl Al-Sunnah wa Al-Jama’ah dan harus memiliki silsilah yang sah yaitu berkesinambungan sampai Nabi sendiri. Ketua umumnya adalah Kiai Musta’in. pada tahun 1977 Kiai Musta’in ikut serta dalam kampanye Golkar. Dan dia dianggap  menghianati NU karena saat itu NU terwakili oleh partai Islam PPP. Pada Muktamar NU tahun 1979 muncullah wadah tarekat baru Jam’iyyah Ahl Al-Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Nahdhiyah. Pimpinan utamanya adalah Kiai Adlan Ali.[9]













BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
      Perkembangan tasawuf di Nusantara tidak bisa terlepas dari sejarah Islam di Nusantara. Pada abad ke-11 M, Islam menampakkan kekuasaannya lagi di Indonesia lewat paham Syi’ah, kemudian pada abad ke-13 berubah lagi menjadi aliran Syafi’iyah. Dalam perkembangan Tasawuf di Pulau Jawa dimana mereka dihadapkan kepada dua aliran tasawuf yang bertentangan; yaitu aliran Sunni (Salaf) dan aliran Falsafi. Tetapi pada perkembangan selanjutnya, tasawuf yang bercorak Falsafi inilah yang mengarah kepada aliran kebatinan, sesuai kenyataan sekarang ini. Perkembangan tasawuf di Sumatera, tidak terlepas dari upaya maksimal para ulama Shufi yang bermukim di beberapa daerah di pulau tersebut, untuk mengembangkan ajarannya. Ulama-ulama Shufi yang sangat berpengaruh di Sumatera. Antara lain Syekh Hamzah Pansuri, Syekh Syamsuddin bin abdillah As-Sumatrani, Syekh Abdur Rauf  bin Ali Al-Fansuri, dan Syekh Abdus Shamad Al-Falimbani. Perkembangan tasawuf di Kalimantan, sama halnya di pulau lain di Nusantara, Salah seorang Shufi yang terkemuka di Kalimantan Barat adalah Syekh Ahmad Khatib As-Sambasi. Kemudian kita meninjau lagi perkembangan tasawuf di Kalimantan Selatan; antara lain dikembangkan oleh Syekh Muhammad Nafis bin Idris bin Husein Al-Banjari. Ulama-ulama inilah yang membekali Ilmu Tasawuf  yang sangat luas kepada Syekh Muhammad Nafis, sehingga ia mendapatkan pengakuan yang tinggi oleh masyarakat luas di Kalimantan selatan, dengan gelar Al-‘Alimul ‘Allamah Wal Fahhamah. Perkembangan tasawuf di Sulawesi, tidak jauh berbeda dengan keadaan di pulau lain, dimana ajaran tasawuf yang diterimanya, ada yang bercorak Sunni dan ada pula yang bercorak Falsafi. Dan yang sangat disayangkan, karena kebanyakan penganut tasawuf Falsafi mencampur-baurkan ajaran tasawuf dengan ilmu hitam (guna-guna), sehingga makin membingungkan masyarakat awam.
      Walisongo yaitu Syeikh Maulana Malik Ibrahim, Raden Rakhmat terkenal dengan nama Sunan Ampel, Sunan Makhdum Ibrahim atau Sunan Bonang, Raden Paku atau Sunan Giri, Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati atau Fatahillah., Ja’far Sadiq atau Sunan Kudus, Raden Prawoto atau Sunan Muria, Syarifuddin atau Sunan Drajat, dan R.M. Syahid atau Sunan Kalijogo.
      Ada banyak sekali aliran tarekat yang berkembang di Indonesia antara lain: Tarekat Qadiriyah, Tarekat Rifa’iyah, Tarekat Naqsyabandiah, Tarekat Samaniyah, Tarekat Khalwatiyah, Tarekat Al-Haddad, Tarekat Khalidiyah dan Tarekat Syattariyah.
      Tarekat yang berkembang di Indonesia dipengaruhi oleh tokoh yang memperkenalkan tarekat tersebut di antaranya Yusuf Makassari, Syaikh Ahmad Khatib, Ismail Minangkabawi,dll sehingga tarekat bisa di kenal secara meluas di seluruh Nusantara.
B.     Saran
      Sebagai Mahasiswa, kita harus mengetahui perkembangan Islam di Nusantara terutama perkembangan tasawuf dan tarekat nya. Apabila kita ingin semakin mendekatkan diri kepada Allah, kita bisa belajar tasawuf dan tarekat dengan guru yang ahli dalam tasawuf dan tarekat. Kita juga bisa memilih tarekat yang tidak menyimpang dari ajaran Islam setelah kita mempelajari materi tentang perkembangan tasawuf dan tarekat di Nusantara ini.







DAFTAR PUSTAKA

Aboebakar Atjeh. 1984. Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawwuf. Solo :Ramadhani.
HAMKA. 1994. Tasauf  Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta : Pustaka Panjimas.
Martin Van Bruinessen. 1998. Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia. Bandung: Mizan.
Nur Syam. 2013. Tarekat Petani Yogyakarta :LKiS Yogyakarta.
Tamami HAG. 2011. Psikologi Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.
Muhammad Rouf. 2014. Sejarah Perkembangan Tasawuf, http://www.academia.edu/5229076/Sejarah_Perkembangan_Tasawuf_. diakses tanggal 30 April 2016.



                [1] HAMKA, 1994, Tasauf  Perkembangan dan Pemurniannya, Pustaka Panjimas, Jakarta, hlm.210-215.
[2] Ibid.
                        [3] Muhammad Rouf, 2014, Sejarah Perkembangan Tasawuf, http://www.academia.edu/5229076/Sejarah_Perkembangan_Tasawuf_, diakses tanggal 30 April 2016.
[4] Aboebakar Atjeh, 1984, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawwuf, Ramadhani, Solo, hlm.369-375.
[5] Tamami HAG, 2011, Psikologi Tasawuf, Bandung, Pustaka Setia, hlm.56-58.
[6] Nur Syam, 2013, Tarekat Petani, LKiS Yogyakarta, Yogyakarta, hlm.25.
                [7] https://web.facebook.com/abunawasmajdub/posts/184153585063828?_rdr, diakses tanggal 30 April 2016.
[8]  Nur Syam, Op.Cit, hlm.26-27.
                [9] Martin Van Bruinessen, 1998, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, Mizan, Bandung, hlm. 34-183.

2 komentar:

  1. Butuh Hiburan? Butuh Refreshing??
    Yuk Mainkan Live Casino bersama Winning303..
    Hadirkan Dealer Profesional dan Cantik Yang Siap Menemani Permainan Anda 24Jam Nonstop!!

    Ayo Gabung Dengan Kami...Gratiss!!

    Winning303 juga menyediakan permainan lain dengan 1 ID...
    1. Sportsbook
    2. Poker
    3. Slot Online
    4. Lottery/Togel
    5. Sabung Ayam

    Hubungi Kami di :
    Customer Service 24 Jam
    WA: +6287785425244

    BalasHapus
  2. Billiards telah menyedot perhatian banyak orang belum lama ini. Game ini terbilang unik dan seru untuk dimainkan. Game keren ini dapat dimainkan melalui mobile dan PC.

    Berikut Tips Main Agar Menang Terus

    ▶ Menghindari pukulan dari arah tengah
    ▶ Bidik dua bola
    ▶ Menggunakan kekuatan yang pas
    ▶ Berlatih

    Promo Bonus menarik dari BOLAVITA :
    > BONUS NEW MEMBER 10%
    > BONUS SETIAP HARI 5%
    > BONUS REFERRAL 10%
    > BONUS ROLLINGAN 0.5%

    KLIK DISINI UNTUK MENDAFTAR BOLAVITA

    Transaksi bisa dilakukan melalui :
    => PULSA ( XL & TELKOMSEL )
    => E-wallet (OVO, LINK AJA, GO-PAY, JENIUS dan DANA)
    => Bank (BCA, BRI, BNI, MANDIRI, CIMB NIAGA dan DANAMON)

    Untuk informasi lebih lanjut bisa hubungi kami via livechat ataupun :
    ✔ WA / TELEGRAM : +62812-2222-995
    ✔ INSTAGRAM : @bola.vita
    ✔ FACEBOOK : @bolavita.ofc

    BalasHapus